Kasus Bansos dan Suap DPRD Sumatera Utara | KPK Periksa Hasban Ritonga

Jakarta | Jurnal Asia
Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Hasban Ritonga selesai diperiksa KPK. Hasban mengaku dicecar 11 pertanyaan. Dia membantah terlibat dana suap yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho.

“Ada kira-kira sebelas pertanyaan ditanyakan tadi soal mengetahui atau tidak dana itu. Dan saya katakan saya tidak tahu dan tidak terlibat,” ujar Hasban selesai diperiksa hampir 6 jam di Gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said, Rabu (25/11).

Hasban menjelaskan, saat kasus tersebut bergulir, dirinya masih menjabat sebagai inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Dia mengaku baru diangkat menjadi sekda pada 22 Mei 2015.
“Tadi dikonfirmasi sebagai Sekda karena saya baru menjabat bulan Mei, jadi ya kita ditanya sejauh mana dapat laporan. Karena jabatan belum Sekda jadi enggak tahu persis, hanya tahu dari media,” terang Hasban.

Dapat perintah dari gubernur? “Kita enggak tahu. Tidak mengetahui dan tidak terlibat,” tegas Hasban lagi. Seperti diketahui, dalam kasus dugaan suap DPRD Sumut, KPK sudah menetapkan Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho beserta istri mudanya, Evy Susanti sebagai tersangka. Duit suap diduga kuat diberikan Gatot untuk mempermulus persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut tahun 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Pemprov Sumut tahun 2013 dan 2014, pengesahan APBD tahun 2014 dan 2015, serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD provinsi Sumut tahun 2015.

Selain itu 5 orang lainnya yang diduga menjadi penerima suap juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Saleh Bangun ketua DPRD periode 2009-2014, Chaidir Ritonga Wakil ketua DPRD periode 2009-2014, Ajib Shah anggota DPRD periode 2009-2014 yang kini Ketua DPRD Sumut, Kamaludin Harahap wakil ketua DPRD periode 2009-2014, serta Sigit Pramono Asri wakil Ketua DPRD 2009-2014.

Saya Tak Curi Uang Negara
Sementara itu, Otto Cornelis Kaligis meluapkan protesnya atas tuntutan Jaksa pada KPK yang menuntut dirinya hukuman 10 tahun penjara. Segala bantahan disampaikan Kaligis mengenai duduk perkara dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan, Sumut, yang membelitnya.

Dalam nota pembelaannya (pleidoi), Kaligis kembali mempersoalkan penanganan perkara mulai dari penjemputan paksa dirinya, menjadi tersangka hingga akhirnya menjadi terdakwa dan disidangkan pada 27 Agustus 2015.

Menurut Kaligis tuntutan yang diajukan Jaksa KPK, tidak didasari pada fakta persidangan. Kaligis membantah pernah memerintahkan anak buahnya M Yagari Bhastara alias Gary untuk memberikan duit kepada Majelis Hakim PTUN Medan yang menangani permohonan uji kewenangan Kejati Sumut atas penyelidikan perkara dugaan korupsi dana bansos.

“Jika mengikuti konstruksi tuntutan JPU, maka dengan dituntutnya Tripeni Irianto Putro selama 4 tahun, seharusnya saya dituntut selama dua tahun. Tuntutan JPU jelas -jelas mengabaikan elemen mens rea yang penting dalam hukum pidana,” kata Kaligis membacakan pleidoinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (25/11).

Kaligis lantas menuding Gary sebagai pelaku utama pemberian suap. Dia mengklaim tidak pernah memerintahkan Gary untuk bertemu Majelis Hakim dalam pemaparan konstruksi gugatan termasuk membantah menyuruh Gary memberikan duit ke Majelis Hakim dan panitera.

“Banyak kegiatan Gary yang tidak diketahui saya, baru saya ketahui setelah baca BAP. Banyak kebohongan yang dibuat Gary tanpa sepengetahuan saya. Saya tidak pernah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada mereka untuk mempengaruhi putusan perkara,” tegas Kaligis.

Kaligis memang mengakui pernah memberikan uang ke panitera PTUN Syamsir Yusfan. Namun duit itu diklaim Kaligis bukan dimaksudkan terkait permohonan uji kewenangan Kejati Sumut yang diadili PTUN Medan.“Tidak sepeser pun saya ambil uang negara. Saya bukan pencuri uang negara,” ujarnya.

Karena itu Kaligis meminta Majelis Hakim yang dipimpin Sumpeno untuk memutus hukuman yang sesuai fakta-fakta persidangan.“Saya menaruh harapan kepercayaan dan keyakinan kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang menaruh perhatian penuh dan benar-benar memperhatikan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan sebagai dasar putusan,” harap ayah Velove Vexia ini.

Secara khusus, Kaligis mengomentari kinerja Jaksa Yudi Kristiana. Kaligis kesal karena pernah ditanya soal ‘penyesalan’ dirinya saat sidang pemeriksaan terdakwa beberapa waktu lalu. Tuntutan Jaksa KPK dinilai berlebihan.

“Belum dituntut sudah ditanya menyesal. Penyesalan urusan saya sama Tuhan. Tuntutan tehadap saya berumur 74 tahun sama dengan hukuman mati. Mereka mau saya mati di penjara,” gerutu Kaligis.

Sidang Kaligis dihadiri sejumlah artis di antaranya Marshanda, Baim Wong dan Tetty Liz Indriati. Mereka datang untuk memberi dukungan kepada Kaligis. Kaligis dituntut hukuman 10 tahun penjara, denda Rp 500 juta, subsidair 4 bulan kurungan. Jaksa pada KPK meyakini Kaligis terbukti menyuap Hakim dan panitera pada PTUN Medan.

Jaksa KPK menyebut Kaligis bersama-sama dengan Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary, Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti memberikan uang total USD 27 ribu dan 5 ribu dollar Singapura (SGD).

Duit diberikan kepada tiga Hakim PTUN yakni Tripeni Irianto Putro sebesar SGD 5 ribu dan USD 15 ribu, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing sebesar USD 5 ribu serta kepada Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN Medan sebesar USD 2 ribu.

Menurut Jaksa, duit suap ini diberikan dengan maksud mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemprov Sumatera Utara.

Dalam surat tuntutannya, Jaksa menegaskan, penyangkalan Kaligis memberikan duit tahap pertama ke Tripeni sebesar SGD 5 ribu usai pertemuan tersebut, terbantahkan. “Terdakwa menyangkal, tapi keterangan Tripeni Irianto Putro yang telah menerima uang SGD 5 ribu berkesesuaian dengan keterangan Gary yang menyatakan saat tiba di Medan, terdakwa memerintahkan Gary mengambil tas terdakwa kemudian saksi membawa tas slempang ke lantai 2 dan menyerahkan ke terdakwa. Setelahnya terdakwa turun dan mengatakan ke Gary ‘sudah saya kasih ke pak ketua’,” kata Jaksa menegaskan adanya pemberian uang ke Hakim Tripeni.

Pemberian duit lainnya dipaparkan jaksa terjadi pada 5 Mei 2015 yakni USD 10 ribu ke Tripeni Irianto Putro, pada 5 Juli 2015 untuk Dermawan Ginting sebesar USD 5 ribu dan USD 5 ribu ke Amir Fauzi, pada 7 Juli 2015 sebesar USD 1.000 ke Syamsir Yusfan dan pada 9 Juli 2015 yakni pemberian uang untuk Tripeni Irianto Putro sebesar USD 5 ribu.

“Dari keterangan saksi dan barang bukti rekaman percakapan, dapat ditarik kesimpulan terdakwa mengetahui pemberian-pemberian tersebut. Bahkan Gary sebelum melakukan pemberian meminta persetujuan terdakwa terlebih dahulu. Pemberian lainnya dilakukan Gary atas sepengetahuan dan sepersetujuan terdakwa,” tegas Jaksa. (sp/dtc/tc)

Close Ads X
Close Ads X