Dibongkar Polda Riau | Bayi Orangutan Dijual Rp25 Juta per Ekor

Penyidik menunjukan bayi Orang Utan (Pongo abelii) yang disita dari sindikat perdagangan satwa liar saat gelar perkara di Markas Direktorat Reskrimsus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Pekanbaru, Riau, Senin (9/11). Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau menangkap jaringan sindikat perdagangan satwa liar yang membawa tiga bayi Orang Utan berusia 6 hingga 12 bulan dari habitatnya di Aceh untuk dijual kepada pembeli di Kota Pekanbaru dengan harga Rp25 juta per ekor. ANTARA FOTO/FB Anggoro/kye/15.
Penyidik menunjukan bayi Orang Utan (Pongo abelii) yang disita dari sindikat perdagangan satwa liar saat gelar perkara di Markas Direktorat Reskrimsus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Pekanbaru, Riau, Senin (9/11). Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau menangkap jaringan sindikat perdagangan satwa liar yang membawa tiga bayi Orang Utan berusia 6 hingga 12 bulan dari habitatnya di Aceh untuk dijual kepada pembeli di Kota Pekanbaru dengan harga Rp25 juta per ekor. ANTARA FOTO/FB Anggoro/kye/15.

Pekanbaru | Jurnal Asia
Polda Riau menggagalkan perdagangan 3 ekor bayi orangutan. Oleh tersangka, rencananya bayi satwa dilindungi itu akan dijual seharga Rp 25 juta per ekor. Demikian disampaikan Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo dalam jumpa pers di Direktorat Reskrimsus Polda Riau, Jl Gajah Mada, Pekanbaru, Senin (9/11). Guntur menjelaskan, 3 orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah AA (53) seorang PNS, AW (38) dan KR (20). Semuanya warga Aceh.

“Para tersangka mengaku tidak melakukan pemburuan liar. Tapi mereka mengaku mem­­beli tiga bayi orangutan dari seseorang di Kabupaten Tamiang, Aceh. Harganya me­reka beli Rp 5 juta per ekor,” kata Guntur.

Masih menurut Guntur, para ter­sangka mengaku bahwa mem­­beli orangutan itu setelah menerima order dari seseorang di Pekanbaru. Seseorang tersebut siap menampung berapapun jumlah orangutan asalnya masih bayi.

“Tersangka mengaku akan menjual orangutan di Pekanbaru dengan harga Rp 25 juta per ekor. Namun belum berhasil mereka jual, tim Reskrimsus Polda Riau berhasil membekuknya,” kata Guntur.
Guntur menjelaskan, saat bayi orangutan diamankan, kondisinya sudah lemas. Setiap orang utan dimasukkan dalam keranjang plastik putih. Ketiga orangutan ini diletakkan di posisi jok belakang mobil. “Sebelum sampai ke Riau, mereka ini sempat menginap satu malam di perjalanan,” kata Guntur.

Hewan Stres
Bayi orangutan yang di­sita Polda Riau dari sindikat perdagangan satwa liar kini dalam kondisi lemah karena sempat stres dan diare. “Dua bayi orangutan dalam kondisi lemah, satu ada stres sehingga terus berteriak-teriak dan satu lagi mengalami diare, sedangkan yang satu lagi terlihat sehat dan sangat aktif bergerak,” kata dokter hewan Hafidh Nur Ubay yang dipercaya Polda Riau untuk memeriksa kondisi bayi orangutan.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap anggota sindikat perdagangan satwa dilindungi pada Sabtu (7/11) dan menyita tiga bayi orangutan yang akan diper­dagangkan. Primata ini adalah orangutan dari spesies “pongo abelii” yang berhabitat di hutan Aceh.

Hafidh menjelaskan karena Polda Riau tidak memiliki dokter hewan dan fasilitas penunjang, maka untuk sementara ketiga bayi orangutan itu dititipkan di sebuah klinik dokter hewan di Pekanbaru. Di klinik ini, bayi orangutan diperiksa dan dirawat oleh dua orang dokter hewan.

Menurut dia, tiga bayi orang­utan itu tiba di klinik Minggu dini hari (8/11). Ia menjelaskan, bayi orangutan itu stres dan sakit karena beberapa sebab. Pertama, akibat dipisahkan dari induknya karena mereka masih berumur 6 hingga 12 bulan.

Kedua, karena mabuk darat setelah menempuh perjalanan sangat jauh dari habitatnya di Aceh hingga Pekanbaru. Tiap bayi primata itu ditempatkan di dua keranjang buah plastik berukuran 60×40 sentimeter oleh pelaku. “Selain itu, mereka juga bisa terbentur-bentur di sepanjang perjalanan. Apalagi kandangnya sangat sempit karena dibuat dari keranjang buah plastik,” katanya.

WWF Dukung Polda
Organisasi perlindungan satwa World Wildlife Fund menyatakan dukungan kepada Kepolisian Daerah Riau untuk mengusut tuntas kasus perdagangan Orangutan Sumatera yang baru saja diungkap dan berhasil mengamankan tiga bayi primata itu.

“Pertama, kami mengapresiasi penegakan hukum dari Polda Riau karena ini adalah yang pertama kali sindikat perdagangan bayi orangutan terungkap di Riau. Kedua, kami mendukung Polda Riau untuk mengusut tuntas pelaku lainnya dari penjual hingga pembelinya untuk bisa diseret ke pengadilan,” kata Koordinator Perlindungan Satwa Dilindungi WWF-Indonesia, Os­mantri, kepada Antara di Pe­kanbaru.

Osmantri menjelaskan, ketiga bayi Orangutan Sumatera itu merupakan spesies pongo abelii yang berasal dari habitat hutan di Taman Nasional Gunung Leuser yang berada di Provinsi Aceh dan sebagian kecil Sumatera Utara. Primata itu adalah satwa yang dilindungi karena jumlahnya terus berkurang dan terancam punah (critically endangered).

“Berdasarkan riset terakhir, populasi mereka tinggal 3.500 ekor. Dengan adanya kondisi perdagangan satwa liar ini ditambah luas hutan yang terus menyusut, Orangutan Sumatera sangat rentan,” katanya.

Menurut dia, perburuan Orang­utan untuk satwa koleksi masih terus mengancam ke­lestarian Orangutan Sumatera. Bahkan, ia mengatakan beberapa kasus menunjukkan satwa ini diperdagangkan di luar negeri.
(ant/dtc)

Close Ads X
Close Ads X