Jakarta | Jurnal Asia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi dan UKM, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) bersinergi menghadirkan asuransi mikro bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
Asuransi Anti Bangkrut ‘Si Abang’ untuk konvensional dan ‘Si Abang Syariah’ untuk syariah, menjadi proyek bersama lembaga dan kementerian tersebut agar para pelaku usaha dapat memproteksi diri.“Asuransi mikro tersebut, khusus untuk usaha dengan memberikan perlindungan untuk obyek tempat usaha seperti kios, warung, lapak, gerobak, bakulan, sepeda, sepeda motor, atau sampan yang digunakan untuk usaha,” ungkap Chairman of Media Relation, Education and Socialization Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Ely Aswita, dalam siaran persnya terkait Insurance Day 2015, Jumat (9/10).
Selain itu, jelas dia, ada pula perlindungan atas modal usaha atau isi tempat usaha, termasuk perlengkapan usaha atau produknya. Jaminannya meliputi risiko kerusakan akibat kebakaran, ledakan petir, kejatuhan pesawat, asap, kerusuhan, tertabrak kendaraan, letusan gunung berapi (erupsi) serta gempa dan gelombang tsunami.
Ely mengatakan, tantangan yang dihadapi dalam memasarkan produk mikro syariah adalah perlunya sosialisasi yang terus menerus dan berkesinambungan, untuk memberikan kesadaran masyarakat agar mereka mempersiapkan dirinya dan keluarganya apabila terjadi musibah yang tidak diharapkan, memerlukan proses pembelajaran terus menerus.
“Tantangan lainnya, jangkauan pemasaran asuransi mikro syariah masih terbatas pada kota-kota di mana perusahaan asuransi memiliki cabang dan jaringan, sehingga untuk menjangkau masyarakat yang berada di daerah-daerah yang belum ada agen atau cabang perusahaan asuransi tersebut, diperlukan upaya ekstra dan biaya yang besar,” paparnya.
Ketua AASI Adi Pramana menambahkan, saat ini belum ada lembaga keuangan syariah yang dimiliki oleh pemerintah. Kalaupun ada, unit syariah atau lembaga keuangan syariah merupakan anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Sekiranya saja, pemerintah dengan political will yang dimilikinya, sedikit mengarahkan ke sini, tentunya akan semakin marak ekonomi syariah di negeri ini. Kembali diingat, BUMN selain berperan sebagai penghasil dividen bagi negara juga (bisa) mempunyai misi kemanusiaan. Sangat tepat bila ekonomi kerakyatan ini didukung oleh BUMN yang tangguh,” tukasnya.
Ely melanjutkan, dengan besaran premi atau kontribusi tidak lebih dari Rp50.000 per 12 bulan, peserta bisa memperoleh beragam pilihan manfaat sesuai dengan produk yang dikeluarkan. Jika masanya telah habis masyarakat dapat memperpanjang dengan melakukan pengajuan kembali.
(mtv)