Lamban Tangani Kabut Asap | Pemprov Sumut Dikecam

Presiden Joko Widodo (tengah) bersama sejumlah menteri dan pejabat daerah meninjau penanganan kebakaran lahan di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar, Riau, Jumat (9/10). Presiden meminta penanganan untuk pencegahan kebakaran lahan dan hutan ke depan yang paling efektif adalah dengan memperbanyak sekat kanal dan embung penampung air. ANTARA FOTO/FB Anggoro/ama/15.
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama sejumlah menteri dan pejabat daerah meninjau penanganan kebakaran lahan di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar, Riau, Jumat (9/10). Presiden meminta penanganan untuk pencegahan kebakaran lahan dan hutan ke depan yang paling efektif adalah dengan memperbanyak sekat kanal dan embung penampung air. ANTARA FOTO/FB Anggoro/ama/15.

Medan | Jurnal Asia
Pemprovsu dikecam atas lambannya penanganan yang diberikan terkait kabut asap, yang berdampak terhadap sejumlah wilayah Sumatera Utara. Adalah anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan mengecam pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota, utamanya daerah yang terkena dampak kabut asap di Sumatera Utara (Sumut).

“Tidak ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi persoalan asap yang semakin parah di daerah ini,” ujar Sutrisno Pangaribuan dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, Jumat (9/10) malam.

Sutrisno mengatakan, masyarakat yang terkena dampak kabut asap di daerah tersebut, membutuhkan informasi lengkap dari pemerintah. Sebab, kabut asap itu sudah menyebarkan penyakit, dan sudah menjadi polemik.

“Perlu dijelaskan kandungan asap kebakaran hutan yang menyelimuti daerah ini. Apa dampak terbesar, dan bagaimana langkah pencegahannya. Bukan hanya mengandalkan hujan dan membagikan masker,” katanya.

Menurutnya, pemerintah harus setiap saat mengoptimalkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Badan Penanggulangan Bendana, dan Badan Lingkungan Hidup (BLH), terkait kabut asap di daerah tersebut.

“Sudah puluhan ribu bahkan sampai seratusan ribu warga yang sudah terjangkit penyakit infeksi saluran pernafasan akut, batuk-batuk dan lainnya. Seluruh korban harus dibebaskan dari biaya saat berobat dan dirawat di rumah sakit,” sebutnya.

Diharapkan Jemput Bola
Bencana kabut asap yang melanda wilayah Sumatera dan Ka­limantan mengakibatkan ba­nyak masyarakat terkena pe­nyakit gangguan bernafas. Ka­rena itu seluruh pihak diha­rapkan dapat membantu pengobatan masyarakat.

“Seluruh jajaran mulai dari ke­pala desa, kelurahan, kota, ka­bupaten, jemput bola. Datangi warga kalau kena rangkaian ben­cana asap, bawa ke puskesmas, ke rumah sakit. Mudah-mudahan di­bantu gratis karena negara harus ha­dir,” kata Menteri Dalam Negeri (Men­dagri) Tjahjo Kumolo saat mem­berikan pengarahan dalam Jam­bore Nasional Satpol PP 2015, di Lapangan Tembak, Kompleks Jaka­baring, Palembang, Jumat (9/10).

Dia menambahkan, layanan puskesmas 24 jam sebaiknya dilakukan.“Kepada Gubernur, Walikota, Bu­pati di daerah yang kena mu­sibah asap, ini saya minta siagakan puskesmas 24 jam, ru­mah sakit-rumah sakit pe­merintah, rumah sakit rujukan ter­masuk rumah sakit swasta, ha­rus siap menerima 24 jam warga masyarakat yang menderita karena asap,” ujarnya. “Kami sudah kirim radiogram kepada kepala daerah untuk penanganan asap, koordinasi pemda sampai kecamatan. Terbakar atau dibakar, koordinasi. Optimalkan BNPB,” pungkasnya.

5 Bayi Tewas
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat lebih dari 15 bayi terkena Infeksi Sa­luran Pernafasan Atas (ISPA) dan lima diantaranya dilaporkan tewas akibat terpapar asap kebakaran hutan dan lahan di wilayah Su­matera dan Kalimantan.

“Banyak sekali data yang masuk ke posko layanan pengaduan KPAI, lebih dari 15 bayi menderita ISPA dan sudah keracunan dan lebih dari lima bayi yang sudah dinyatakan meninggal akibat asap tersebut,” kata Kepala Divisi Sosialisasi KPAI, Erlinda, di Gedung KPAI, Jakarta Pusat, Jumat (9/10).

Erlinda meminta Pemerintah RI bertanggung jawab atas pelanggaran atas hak anak yang telah dilakukan. “Kita juga meminta dengan sangat kepada Kementerian Kesehatan bahwa mereka juga wajib bertanggungajwab‎ tidak hanya memberikan masker, tapi masker yang dibutuhkan secara kesehatan bukan masker yang biasa saja yang cuma menutup, tapi partikel bahaya masih bisa masuk ke dalam rongga pernafasan dan lainnya, terutama kepada bayi,” katanya.

Erlinda mengatakan, seharusnya bayi-bayi di daerahyang terpapar bencana asap dievakuasi ke tempat-tempat yang aman, seperti rumah sakit yang memang menyediakan fasilitas kesehatan jika diperlukan.

KPAI berencana akan menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi mengkampanyekan perlindungan kesehatan anak Indonesia yang bebas dari asap. “Program yang paling nyata adalah kami akan menanam pohon sebagai simbol bahwa hutan-hutan harus dikembalikan lagi fungsinya ke asalnya dan itu juga tanggung jawab dari negara,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Kami minta dengan hormat Bapak Presiden selaku ‎ayah dari anak-anak Indonesia dan Ibu Negara selaku ibu dari anak-anak Indonesia, mereka harus juga bisa turun ke jalan.”
Tetapkan Standar Masker

Pemerhati anak Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto meminta Menteri Kesehatan menetapkan standar untuk masker yang sebaiknya dipakai di daerah yang sedang tertimpa bencana asap.
Alasannya, saat ini banyak masyarakat yang menggunakan masker yang tidak sesuai standar, utamanya untuk anak-anak dan balita.

“Beberapa waktu yang lalu saya ke Palembang dan melihat sendiri keadaan bayi-bayi di sana, mereka tidak dipakaikan masker khusus, cuma masker tipis yang memungkinkan partikel-partikel asap masih bisa masuk ke dalam rongga pernafasan mereka,” kata Kak Seto di gedung KPAI, Jakarta Pusat, Jumat (9/10).

Kak Seto mengatakan, seharusnya anak-anak dan bayi yang terpapar bencana asap mendapat perhatian khusus dari pemerintah mengingat mereka lebih rentan terhadap bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh bencana asap itu.

“Kemarin di sana saya sudah sampaikan supaya Walikota turun tangan memberi tempat aman untuk mengungsi dan memberikan masker dengan kualitas dan standar yang tepat. Saya harap Menkes menetapkan masker yang betul-betul standarnya sehingga tidak ada perbedaan interpretasi soal standar kualitas masker,” katanya.

Kak Seto menyesalkan bencana asap terus berulang dan membahayakan kesehatan generasi penerus. “Sekarang kita tidak usah melihat ke belakang kenapa semua ini terjadi. Mulai detik ini kita putuskan supaya ini tidak terjadi lagi. Tapi mungkin sebentar lagi ini seolah-olah terlupakan, anak-anak banyak yang terpapar asap, begitu banyak partikel racun masuk ke dalam paru-nya, dan itu akan menciptakan generasi yang rapuh baik dari segi kesehatan maupun kecerdasan,” katanya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat lebih dari 15 bayi terjangkit ISPA akibat kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Lima di antaranya meninggal. (ant/sp/bs)

Close Ads X
Close Ads X