5 Orang Terkaya di Asia Ada di Indonesia

Keluarga ini bukan keluarga biasa. Tapi, keluarga paling kaya raya di Indonesia. Lima keluarga asal Indonesia masuk daftar 50 keluarga terkaya di Asia. Kekayaannya keluarga tersebut bahkan mencapai ratusan triliun Rupiah.

Sebagaimana dilansir Forbes, Kamis (8/10), berikut ini lima keluarga paling kaya di Indonesia.
1. Keluarga Hartono. Pemilik Grup Djarum ini mengantongi kekayaan USD12,7 miliar atau Rp176,5 triliun (kurs Rp13.895 per USD). Sosok paling terkenal dari keluaga ini adalah R Budi Hartono dan Michael Hartono. Keluarga ini menempati peringkat 12 dalam daftar keluarga terkaya Forbes.
2. Ke­luarga Widjaja. Pemilik Si­nar­mas Group ini me­ngan­­tongi kekayaan sebesar USD5,8 miliar atau Rp80,6 triliun. Keluarga ini menempati peringkat 28.
3. Keluarga Lohia. Pemilik Indorama Corporation ini memiliki kekayaan mencapai USD5,4 miliar atau Rp75 triliun. Keluarga ini menempati peringkat 31.
4. Keluarga Wonowidjojo. Pemilik Gudang Garam ini mengantongi kekayaan USD4,9 miliar atau Rp68 triliun. Keluarga ini menempati peringkat 32.
5. Keluarga Salim. Pemilik Salim Group yang terkenal dengan brand Indofood dan Indocement ini mengantongi kekayaan USD4,1 miliar atau Rp57 triliun. Keluarga ini menempati peringkat 37.

Kantongi Rp155 Triliun
Keluarga Hartono masuk daftar dalam keluarga paling kaya di Asia. Keluarga ini merupakan keluarga terkaya di Indonesia. Kekayaan keluarga pemilik Grup Djarum ini mencapai USD12,7 miliar atau Rp176,5 triliun (kurs Rp13.895 per USD). Sosok paling terkenal dari keluaga ini adalah R Budi Hartono, Michael Hartono dan Oei Hong Leong.

Keluarga terkaya di Indonesia ini mulai eksis pada 1950 ketika Oei Wie Gwan mengakuisisi hampir semua perusahaan rokok yang nyaris bangkrut di Kudus, Jawa Tengah. Kemudian perusahaan itu disebut Djarum.

Anaknya, yakni Robert Budi dan Michael Hartono mengambilalih kerajaan bisnis ini setelah Oei meninggal pada 1963. Demikian dilansir dari Forbes, Kamis (8/10). Sekarang ini, anak tertua Budi, Victor Hartono, menjadi COO Djarum yang merupakan perusahaan rokok terbesar di dunia.

Keluarga pemilik Grup Djarum ini merupakan pemilik sejumlah perusahaan terkemuka. Salah satunya adalah PT Bank Central Asia Tbk (BCA), bank terbesar dilihat dari market value dan bank terbesar kedua dari aset. Perusahaan ini merupakan pemilik 47 persen saham Farindo Investment, perusahaan investasi yang memiliki banyak saham di perusahaan-perusahaan terkemuka.

Jalan Terjal Pasca Soeharto Lengser
Hidup para miliarder memang tidak selalu mulus. Banyak di antara mereka yang harus jatuh bangun karena berbagai macam hal, termasuk karena masalah politik. Hal inilah yang dialami keluarga Salim. Forbes mencatat, kekayaan keluarga Salim kini berada di kisaran USD4,1 miliar yang berasal dari perusahaan makanan, perkebunan, otomotif, telekomunikasi, properti, ritel dan perbankan.

Adalah Liem Sioe Liong alias Sudono Salim yang tiba di Indonesia pada 1938 dari Fujian, Tiongkok, dan memulai kariernya menjual pakaian dari pintu ke pintu. Sudono Salim sebenarnya pernah mengalami masa keemasan, yaitu sebelum terjadi krisis moneter pada 1998.

Forbes menobatkan, pendiri Salim Group tersebut sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Sayangnya, kedekatan Salim dengan salah satu mantan Presiden Indonesia Soeharto berujung malapetaka.

Ketika Soeharto dilengserkan pada 1998, kerjaan keluarga Salim pun hampir kolaps. Saat terjadi krisis moneter, Salim Group banyak mempunyai utang yang diperkirakan mencapai Rp55 triliun.

Pada saat kerusuhan melanda Jakarta tahun 1998, rumahnya yang berada di Gunung Sahari , Jakarta Pusat, menjadi korban pengerusakan dan penjarahan. Setelah peristiwa tersebut, dia pun mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim, lalu pindah dan tinggal di Singapura hingga tutup usia pada 10 Juni 2012 silam.

Anthony Salim yang memegang kekuasaan Salim Group, akhirnya menjual beberapa perusahaan yang dimilikinya guna melunasi utangnya. Adapun perusahaan yang dijual yaitu PT Indocement Tunggal Perkasa, PT Indomobil Sukses Internasional dan bank swasta terbesar PT BCA yang dibeli oleh Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono.

Meski demikian, keluarga Salim masih mempunyai beberapa perusahaan besar yang digengggamnya erat-erat. Perusahaan tersebut antara lain adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Bogasari Flour Mills. Kedua perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil mi instan dan tepung terigu terbesar di dunia.

Miliki Sinarmas, Miliki Rp80,6 T
Selain Keluarga Hartono pemilik Grup Djarum yang merupakan terkaya di Indonesia, Keluarga Widjaja menjadi keluarga terkaya kedua di negara ini. Aset keluarga pemilik Sinarmas Group ini mengantongi kekayaan sebesar USD5,8 miliar atau Rp80,6 triliun (kurs Rp13.895 per USD). Dalam daftar keluarga terkaya Asia, keluarga ini menempati peringkat 28.

Kisah keluarga kaya ini bermula ketika pendirinya, Eka Tjipta Widjaja migrasi dari China ke Indonesia saat berusia belia. Dia mulai menjual biskuit pada usia 17 tahun, dan dia kemudian mendirikan Sinar Mas pada 1962.

Sinarmas kini telah menjadi salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia, dengan fokus di pulp dan paper, agrikultur dan makanan, real estat, jasa keuangan, energi dan infrastruktur serta telekomunikasi.

Keluarga ini memiliki perusahaan holding yang paling valueable, yakni Golden Agri Resources. Perusahaan kelapa sawit ini dijalankan oleh putra Eka, yakni Franky Widjaja. Putra kedua Eka, Oei Hong Leong mendirikan perusahaan investasi di Singapura. Paling tidak, ada empat orang dari tiga generasi Keluarga Widjaja yang terlibat dalam bisnis keluarga ini.
Karena Gudang Garam

Meskipun menjadi kontroversi, namun tidak bisa dipungkiri jika perusahaan tembakau maupun rokok menjadi tumpuan banyak masyarakat lantaran menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, cuan dari industri ini memang tidak bisa diremehkan.

Beberapa orang kaya di Indonesia pun menerima keuntungan besar dari tembakau, salah satunya adalah keluarga Wonowidjojo. Forbes mencatat, kekayaan keluarga Wonowidjojo dari perusahaan tembakaunya, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencapai USD4,9 miliar.

Keluarga Wonowidjojo bermigrasi dari China pada periode 1927 dan menetap di Sampang, Madura. Surya kecil sudah bergelut di bidang industri rokok setelah bekerja di pabrik rokok “93” milik pamannya. Namun, pada 1958 dia keluar lantaran tidak puas dan mendirikan Gudang Garam.

Titik awal berdirinya perusahaan rokok Gudang Garam yang bermula dari sebuah industri rumahan. Produk kretek yang diproduksi pertama kali adalah sigaret kretek klobot (SKL) dan sigaret kretek linting-tangan (SKT).

Bisnis yang bertumbuh cepat tersebut, membuat Wonowidjojo dapat membuaka cabang dua tahun kemudian. Cabang produksi SKL dan SKT didirikan di Gurah, 13 km arah tenggara Kota Kediri, guna memenuhi permintaan pasar yang kian meningkat.

Setiap hari, ada sekitar 200 orang karyawan melakukan perjalanan pulang-pergi Gurah-Kediri menggunakan gerbong kereta api khusus yang dibiayai perusahaan. Lantaran terus berkembang dan memiliki banyak tenaga kerja, pada 1971 pun Gudang Garam Berubah dari Firma menjadi Perseroan Terbatas (PT). Pada tahun yang sama, terbit bantuan fasilitas dari pemerintah berupa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yang semakin mendukung perkembangan usaha.

Surya sendiri tutup usia pada 1985, meninggalkan perusahaannya Gudang Garam pada putra sulung Surya, Rachman Halim. Pada 2008, Rahman Halim pun tutup usia di Singapura dan dilanjutkan oleh Rachmat Susilo Wonowidjojo, anak bontot dari keluarga Wonowidjojo.

Saat ini, Gudang Garam memiliki hampir USD6 miliar (market cap) bisnis, dengan enam unit pabrik di atas lahan seluas 100 hektare, memiliki 40 ribu buruh dan sekira 3.000 karyawan tetap. Cukai rokok yang Gudang Garam bayarkan mencapai lebih dari Rp100 miliar per tahunnya.

Raja Polyester Indonesia
Meraih sukses di Negeri orang memang tidak mudah, namun seorang perantau yang memiliki tekad bisa berhasil jika dia berusaha keras. Contohnya adalah pemilik Indorama Corporation Mohan Lal Lohia.

Dengan kekayaan mencapai USD5,4 miliar, Forbes mencatat keluarga Lohia menjadi salah satu keluarga yang terkaya di Asia. Pria kelahiran India ini mengawali kariernya sebagai seorang pedagang tekstil. Dia dan putranya Sri Prakash Lohia pindah ke Indonesia pada 1973, dan dua tahun kemudian, mereka memulai Indorama Synthetics, produsen benang pintal.

Bisnis ini, kemudian segera diversifikasi menjadi bisnis petrokimia. Memasuki usia ke-60, Mohan melihat peluang untuk mengembangkan bisnis di Indonesia bersama tiga orang anaknya tidak lagi reliable.

Oleh karena itu, anak sulungnya, Om Prakash, pindah ke India. Sementara anaknya yang termuda, Aloke, berangkat menuju Thailand, dan mendirikan Indorama Ventures, sebuah produsen petrokimia besar.

Pada 2008 Sri Prakash pindah ke London, bersama dengan kakak iparnya, yang juga miliarder, taipan baja, Lakshmi Mittal. Sementara anaknya, Amit mendirikan di perusahaan di Singapura. Amit ditugaskan untuk mengelola proyek baru dan diserahkan tanggung jawab untuk melakukan akuisisi.

Tanggung jawabnya meliputi pengembangan Indorama di kawasan Afrika. Pasalnya, perusahaan telah menginvestasikan hampir USD2 miliar, sebagian besar di Nigeria, dan menjadi investor asing terbesar di sektor petrokimia Afrika Barat untuk mengembangkan usahanya tersebut.

Indorama Corporation sendiri, adalah salah satu perusahaan terkemuka di Asia holding. Dibangun pada 1975, Indorama memproduksi banyak produk industri termasuk Polyethylene, Polypropylene, Polyester, Spun Benang, Kain, Sarung tangan Medis, dan Pupuk. (oz)

Close Ads X
Close Ads X