Kabut Asap di Medan Makin Pekat | 15 Penerbangan di KNIA Ditunda

Kabut asap pekat menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatera Utara kian pekat. Aktivitas pe­nerbangan di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, terganggu karena ba­nyak jadwal keberangkatan yang ditunda.

“Kabut asap kali ini merupakan yang terparah dalam 10 hari ter­akhir. Sekitar 15 penerbangan ter­paksa ditunda hari ini,” kata Pe­laksana Tugas Manager Hu­mas dan Protokoler Bandara Kua­­lanamu Wisnu Budi Setianto, Senin (5/10).

Menurut Wisnu, jarak pandang di Bandara Kualanamu akibat kabut asap kali ini hanya 800 me­ter. Beberapa hari belakangan, ja­rak pandang semakin memburuk.
“Daerah tujuan yang me­ngalami penundaan hingga batal yakni dari Bandara Kualanamu menuju Palembang, Jambi, Pekanbaru, Sibolga, Nias, Tapanuli Utara, Sabang Aceh, dan Simelue Aceh,” jelas Wisnu.

Pesawat yang mengalami penundaan yakni Susi Air, Wings Air, Garuda dan Lion Air. Untuk wila­yah lain dengan tujuan seperti Jakarta tak mengalami gangguan begitu juga sebaliknya.
“Berdasarkan data yang di­per­oleh, arah angin mengarah ke Medan dan beberapa kawasan lain­nya seperti Sibolga. Untuk Si­bolga sepertinya hari ini tak ada aktivitas penerbangan, jarak pan­­dang hanya 500 meter,” ujar Wisnu. Untuk calon penumpang yang mengalami penundaan hingga pembatalan bisa melakukan refund sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kian Pekat
Kabut asap hasil kiriman dari kebakaran hutan yang terjadi di Jambi dan Riau semakin pa­rah melanda Kota Medan dan se­kitarnya. Selain mengganggu ke­sehatan, kabut asap tersebut juga sangat mengganggu aktivitas ma­syarakat, khususnya, para pengguna kendaraan. “Jarak pandang sangat pen­dek. Jika tidak hati-hati, justru rawan kecelakaan,” ujar Gunawan (40), seorang warga Jl Setiabudi, Medan, Senin (5/10).

Selain di seputaran Jl Setiabudi, pekatnya kabut asap juga terlihat di kawasan Jl Letda Sujono, Perintis Kemerdekaan, dan di Jl Sisingamangaraja Medan. Kabut asap juga tampak semakin tebal di kawasan Jl Panglima Denai, Menteng, Jl HM Jhoni, Jamin Ginting, Pangkalan Mansyur, Sunggal, Pinang Baris dan kawasan Cemara Medan.

Menurut Dedi Kurniadi (37), warga Kota Binjai, kabut asap juga terlihat semakin menebal di kota rambutan tersebut. Bahkan, kabut asap yang sempat hilang tersapu hujan kembali menyebar.
“Selama kebakaran hutan di daerah Jambi, Riau maupun Kalimantan, belum terselesaikan, maka kabut asap itu pasti menjadi dilema buat masyarakat di Binjai,” ujarnya.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan Awalindo kembali mendesak pemerintah provinsi, kota maupun kabupaten untuk tidak mengabaikan dampak dari kabut asap. “Penanganan kabut asap untuk di daerah ini terkesan diabaikan oleh pemerintah daerah,” ujar Ketua Pendiri LBH Kesehatan Awalindo, Roder Nababan.

Roder mengatakan, kabut asap di daerah ini semakin pekat, beberapa hari ini. Sayangnya, pemerintah daerah melalui dinas kesehatan, tidak bertindak. “Se­harusnya, ada upaya pen­cegahan penyebaran penyakit infeksi saluran pernafasan, batuk-batuk maupun paru-paru oleh pemerintah. Kasus ini seperti disepelekan,” katanya.

Menurutnya, pemerintah pro­vinsi, kota dan kabupaten harus membagi-bagikan masker kepada masyarakat, utamanya pe­ngendara sepedamotor mau­pun pengguna jalan lainnya. “Pembagian masker hanya bersifat seremonial, dan itu pun bernuansa politis karena menjelang pemilihan kepala daerah. Ini sangat memalukan dan pembodohan masyarakat,” sebutnya.

Ganggu Okupansi Hotel
Kabut asap yang melanda Sumatera Utara (Sumut) mengganggu berbagai sektor bisnis diantaranya, okupansi hotel, jumlah wisman ataupun agent perjalanan. Rata-rata, bisnis ini mengalami penurunan 10 hingga 20 persen.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumut, Denny Wardhana mengatakan, kabut asap yang menutupi Kota Medan memang berpengaruh terhadap okupansi hotel di Medan. Bagaimana tidak, orang yang akan melakukan perjalanan tentunya akan dibatalkan jika penerbangan terganggu.

“Asap mengakibatkan penerbangan terganggu, jika penerbangan terganggu maka akan membuat kedatangan wisatawan atau kunjungan ke Medan semakin sedikit. Dan dipastikan membuat okupansi hotel akan menurun,” katanya, Senin (5/10).

Sebenarnya, kata dia, dampak asap sudah dirasakan beberapa hari terakhir dan hotel menjadi sepi. Menurutnya, jika tidak karena asap, okupansi hotel di Medan masih stabil. Kenaikan Dolar saja tidak mempengaruhi okupansi hotel.

Diakui Public Relation Grand Aston City Hall Medan, Deya Lubis, saat ini okupansi Aston hanya 83 persen dari target 100 persen. Asap memang cukup mempengaruhi okupansi karena beberapa tamu harus membatalkan pesanan.

“Pengaruhnya pasti ada, tetapi hingga saat ini pengaruhnya belum terlalu besar. Banyaknya penerbangan yang dibatalkan sehingga beberapa tamu ada yang tidak bisa menuju Medan dan akibatnya beberapa kamar yang di booked harus di chancel,” ucapnya.

Bukan hanya hotel, kabut asap juga berimbas kepada penurunan jasa travel hingga 50 persen. Namun, saat ini pemesanan tiket perjalanan kembali normal walaupun belum maksimal.
“Waktu ada kabut asap pemesanan tiket menurun hingga 50 persen, yang sangat menurun untuk pemesanan tiket tujuan Jakarta dan Padang. Tapi sekarang, pemesanan kembali normal walaupun masih tidak maksimal seperti biasanya,” kata pegawai PT. Sarena Tour and Travel, Maya.

Sementara, lanjutnya, untuk pemesanat tiket keluar negeri juga berdampak. Tetapi imbas penurunanya tidak terlalu signifikan. “Yang membatalkan ada, tapi mungkin karena alasan lain,” tandasnya.

Sedangkan untuk jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Sumut, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat, jumlah wisman pada Agustus 2015 mencapai 18.949 kunjungan. Jumlah ini mengalami penuruanan sebesar 1,26 persen dari 19.190 kunjungan turun menjadi 18.949 kunjungan.

“Dari 10 negara pasar utama wisman, Malaysia mendominasi jumlah wisman yang datang ke Sumut atau sekitar 54,95 persen. Kemudian singapura 5,35 persen dan Tiongkok 2,75 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Wien Koesdiatmono.

Makin Parah
Anggota Fraksi Gerindra dari Jambi, Sutan Adil Hendra, meminta DPR mengambil tindakan tanggap terkait bencana asap pekat akibat kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Adil menyebut bencana asap sudah semakin parah dan perlu disikapi dengan cermat. Hal ini disampaikan Adil saat di dalam paripurna, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10).

“Hari-hari belakangan, hampir dua bulan, kabut asap semakin menjadi di Sumatera dan Kalimantan, semakin parah. Saya meminta pimpinan dan seluruh anggota dewan mendorong pemerintah menyelesaikan ini segera, jangan ada pembiaran,” kata Adil di ruang paripurna, Nusantara II.

Dia mengatakan bencana asap yang makin parah ini sudah memunculkan korban. Ia tak ingin ada korban jiwa yang muncul akibat bencana kabut asap. Salah satu yang disinggung juga mengenai aktivitas sekolah yang terganggu. “Anak-anak banyak yang tidak sekolah karena terpaksa diliburkan. Saya mengharapkan, dan meminta kita melihat ini serius. Ini sudah menyangkut nyawa,” tuturnya.

Menanggapi interupsi dari Adil, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah selaku pimpinan paripurna memberikan tanggapan. Diakuinya masalah asap ini memang perlu ditangani. “Kita akan lanjutkan nanti,” tutur Fahri.

Seperti diketahui, persoalan kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan di sejumlah provinsi di Sumatera dan Kalimantan belum bisa diatasi. Hampir dua bulan, beberapa titik daerah dilaporkan ada yang cenderung semakin parah.

Instruksi Cepat Selesai
Pemerintah telah mengerahkan institusi di bawah koordinasinya untuk menangani bencana kabut asap. Tetapi hingga kini persoalan asap masih terus ada meski titik panas disebut sudah berkurang.

“Melihat perkembangan yang ada, titik api sudah mulai menurun. Itu akibat upaya yang dilakukan tim yang ada di lapangan, terutama di Kalimantan Tengah. Tapi kami juga dapat laporan bahwa persoalan asap tetap ada, terutama di Riau dan Jambi,” kata Seskab Pramono Anung di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (5/10).

Pramono menyebut Presiden Joko Widodo selalu berkoordinasi dengan BNPB, Menteri LHK, Panglima TNI dan Polri mengenai masalah asap ini. Jokowi menganggap penyelesaian masalah ini sudah terlalu lama. “Soal ukuran waktu, kalau tiga bulan terlalu lama, Presiden sudah instruksikan agar ini diselesaikan secepatnya,” ujar Pramono.

Bulan Oktober dianggap sebagai awal musim penghujan, sehingga penyelesaian kabut asap harus segera selesai. Tetapi pemerintah menganggap bahwa meski masuk musim penghujan, pembangunan infrastruktur pencegah kebakaran hutan tetap dibangun.

“Ketika masuk musim hujan, Presiden instruksikan agar jangan sampai berhenti. Kita malah kemudian siapkan infrastruktur di daerah, terutama di lahan gambut supaya untuk selalu buat gambut jadi basah itu terus dilakukan. Dan itu dilakukan bukan hanya ketika musim basah, tapi juga saat musim kering,” ujar Pramono. (dtc/ant/netty)

Close Ads X
Close Ads X