HUT ke-70 tahun DPR RI | Stop Tujuh Proyek Rp2,7 T

Ketua DPR Setya Novanto (tengah) bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (ketiga kiri) menunjukan Perangko edisi HUT ke-70 DPR didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (kiri), Fadli Zon (kedua kiri), Agus Hermanto (ketiga kanan), Fahri Hamzah (kedua kanan) dan Direktur Utama PT Pos Indonesia Poernomo (kanan) saat peluncuran di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (28/8). PT Pos bekerja sama dengan DPR mengeluarkan perangko edisi HUT ke-70 DPR. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./kye/15
Ketua DPR Setya Novanto (tengah) bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (ketiga kiri) menunjukan Perangko edisi HUT ke-70 DPR didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (kiri), Fadli Zon (kedua kiri), Agus Hermanto (ketiga kanan), Fahri Hamzah (kedua kanan) dan Direktur Utama PT Pos Indonesia Poernomo (kanan) saat peluncuran di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (28/8). PT Pos bekerja sama dengan DPR mengeluarkan perangko edisi HUT ke-70 DPR. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./kye/15

Jakarta | Jurnal Asia
Tujuh proyek DPR yang akan menelan biaya sebesar Rp2,7 triliun dalam beberapa tahun menjadi pergunjingan hebat di perayaan HUT ke-70 tahun DPR RI. Sejumlah pihak sudah menyuarakan penolakan, namun pimpinan DPR belum goyah.

Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung menilai DPR lebih baik mengoptimalkan kinerja sebelum mengajukan tujuh proyek senilai Rp2,7 triliun. Kinerja DPR saat ini dinilai masih minim, terutama dalam bidang legislasi.

“Sebaiknya DPR itu pertama-tama memprioritaskan pelak­sanaan fungsi dewan, fungsi anggaran, fungsi legislasi, dan fungsi pengawasan. Saya pikir itu yang lebih diutamakan,” kata Akbar usai menghadiri paripurna 70 tahun DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Pusat, Jumat (28/8).

Pembangunan fisik harus dilihat kembali apakah mendu­kung tiga fungsi DPR tersebut. Menurut Akbar, rakyat perlu melihat kinerja DPR dulu, ka­lau tidak maka sulit untuk men­dapatkan dukungan.

“Fungsi utama dan pokok dewan itu perlu ditingkatkan pelaksanaannya oleh dewan dengan demikian masyarakat bisa merasakan secara lang­sung bahwa dewan telah melak­sanakan fungsinya secara baik dan sungguh sungguh, baru setelah itu dewan bisa mengam­bil langkah berikutnya berkaitan dengan penyediaan fasilitas yang dibutuhkan meningkatkan fungsi itu,” papar Ketua Wantim Golkar hasil Munas Bali ini.

Akbar berharap kualitas kiner­ja DPR bisa meningkat. Dia menyoroti hasil legislasi yang sangat Rendah, “Fungsi dewan, berkaitan khususnya fungsi legislasi, baru satu dua fungsi RUU yang sudah disahkan, itu pun RUU yang sebagian perppu, revisi. Oleh karena itu sebaiknya kita fokuskan dulu di sini tanpa mengurangi pentingnya yang lain,” ucap Akbar.

Sejumlah anggota DPR me­nge­luhkan sempitnya ruang kerja dengan penambahan tena­ga ahli. Akbar menilai, DPR harus bisa menentukan prioritas. “Katakanlah dari beberapa ge­dung yang mau dibangun, mana yang lebih dapat prioritas utama khususnya berkaitan dengan fasilitas fungsi,” ungkapnya.

Prioritas yang juga harus diperhatikan adalah soal APBN dan kondisi ekonomi saat ini. Akbar mengakui bahwa ang­garan Rp2,7 triliun adalah angka yang besar. “Kalau dari segi keseluruhan tentu besar dong Rp2,7 T, tapi kalau kita lihat dari segi mana yang paling utama, prioritas dan berkaitan dengan pelaksanaan fungsi tentu akan jauh berkurang dari situ,” pungkas Akbar.
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengakui kinerja DPR masih kurang karena terlalu sibuk mengurus hal-hal seperti tujuh proyek DPR. Dia pun meminta proyek itu dihentikan.

“Ya, kinerja kurang, kamu lihat sendiri dong kerja DPR enggak jelas. Pimpinan dewan ini sibuk ngurus gedung dan ngurus kasus,” kata Benny di Gedung DPR Senayan Jakarta Pusat, Jumat (28/8).

Menurut Benny, sudah seha­rusnya pimpinan DPR fokus terhadap fungsi dan kerja de­wan. Tujuh proyek DPR pun sudah seharusnya dihentikan. “Saya minta pimpinan dewan tidak terlalu banyak urus kasus dan urus bangun gedung. Su­dah, hentikan itu. Hentikan itu proyeknya,” ucap politikus Partai Demokrat ini.

Kinerja legislasi yang miskin prestasi ini tercermin dari ren­dah­nya RUU yang berhasil diram­pungkan DPR. 37 RUU Prolegnas 2015 belum ada satupun yang berhasil menjadi UU. Meski ada tiga UU yang berhasil disahkan, namun dua diantaranya berasal dari Perppu dan satu lagi me­rupakan UU MD3 alias UU untuk internal anggota dewan pusat itu.

Rendahnya kinerja legislasi itu juga disorot mantan Ketua DPR Agung Laksono. Bahkan Agung menyarankan agar hadiah ulang tahun ke-70 DPR sebaiknya berupa pembatalan megaproyek DPR senilai Rp 2,7 triliun itu. Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella menanggapi, kinerja legislasi dan usulan proyek itu tak berkaitan..

“Tak ada salahnya dengan tujuh proyek itu. Persoalannya apakah hari ini uangnya ada. Kalaupun ada, maka sensitivitas kita juga dipertanyakan,” tang­gap anggota Komisi III DPR ini.
Meski begitu, Patrice ternyata tak sepenuhnya menolak. Dia menyatakan, proyek itu bisa diambil mana bagian yang lebih prioritas. Artinya, tak perlu proyek itu gol Rp2,7 triliun sekaligus. Menurut Patrice, yang paling prioritas adalah pembangunan ruangan anggota DPR yang dirasanya sudah sesak. “Dari tujuh item itu ada skala prioritas, yakni gedung kantor untuk anggota dewan, yang lain bisa ditunda,” kata dia.

Wakil Ketua DPR Agus Her­manto menanggapi proyek DPR senilai Rp2,7 triliun itu agaknya memang bakal sulit terealisasi. “Kelihatannya seperti itu, proyek sulit terealisasi, menurut saya,” kata Agus di sela perayaan ulang tahun DPR ke-70 di Parlemen Pusat Senayan Jakarta, Jumat (28/8).

Pesimisme Agus itu didasar­kan pada pegamatannya, pe­me­rintah tak terlalu berselera menyetujui anggaran Rp2,7 triliun di APBN. Kini situasinya, proyek itu ibarat jauh api dari panggang. “Kelihatannya di pemerintah kan tidak begitu mendapatkan tanggapan yang serius, sehingga saya melihat ini kok masih jauh,” kata politisi Partai Demokrat ini.

Meski begitu, proses peren­canaan pembangunan proyek itu masih berlangsung, yakni sayembara desain yang diadakan pihak Kesekjenan DPR. Bila akhirnya pemerintah menolak proyek ini, maka otomatis batal.

“Buktinya kemarin di RAPBN 2016 secara spesifik juga belum muncul anggaran proyek. Biar­lah proses ini berlangsung te­rus. Kalau pemerintah nggak setuju kan juga nggak akan ada proyek,” tutur Agus.
(dc-ant)

Close Ads X
Close Ads X