Dibalik Sepang Terjangnya yang Kontroversial | Anton Medan Dukung Ahok Karena Kagumi Islam

Ahok memang kontroversial. Karena sepak terjangnya sebagai Gubernur membenahi DKI Jakarta, sering mendapat sorotan. Bahkan tak jarang harus berhadapan dengan ormas-ormas berbasis keagamaan. Namanya pun terkenal di Indonesia, lantaran sikap tegasnya menegakkan aturan bisa menjadi contoh bagi kepala daerah lain. Pro dan kontra pun terjadi dalam pemerintahannya, namun tetap juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Anton Medan.

Siapa tak kenal Anton Medan. Pria yang kini menjadi ustadz dan pengasuh pondok pesantren ini kini dikenal sebagai pembela Gubernur DKI Basuki T Purnama atau Ahok. Anton punya alasan. Dia melihat Ahok punya niat baik untuk Jakarta.

“Saya ini sahabat beliau, saya kenal dari 2011, kantor saya dekat rumah dia di Muara Karang,” terang Anton, Kamis (27/8). Anton dalam berbagai talkshow di TV banyak diundang sebagai pembicara yang membela Ahok. Anton memberi penjelasan, selama ini Jakarta di bawah Ahok sudah banyak berubah.

“Ahok keruk pinggir kali, Ahok perbaiki birokrasi DKI, Ahok perbaiki transportasi busway, apalagi. Apa karena Ahok beda agama terus dia dimusuhi? Islam tidak begitu, Islam mengajarkan saling tolong menolong, Islam mengajarkan perdamaian. Ahok itu jujur dan berani,” urai dia.

Anton juga menyampaikan dirinya yang bergerak mengumpulkan 1 juta KTP untuk Ahok sebagai modal dalam bertarung di Pilkada. Anton melihat selama 30 tahun baru kali ini Jakarta serius melakukan pembangunan.

“Orang baik itu banyak musuhnya, apa kita mau republik ini amburadul? Nggak usah bicara agama. Kita bicara pembangunan bangsa, dan apa salah Ahok? Dia tidak melanggar konstitusi, lalu apa karena dia China dan kristen kita membenci? Islam tidak seperti itu,” urai Anton berapi-api. “Saya malu kalau umat Islam benci Ahok, Islam itu membebaskan diri dari rasa benci dan diskriminasi,” bebernya.

Dalam pertemanan, Anton tak menyoal soal agama yang dianut Ahok. Bagi dia, saat ini figur Ahok tepat dan belum ada calon umat Islam yang memiliki kemampuan seperti itu.
“Ahok ini orang baik, dia tidak punya dosa masa lalu,” terang Anton Medan yang juga dikenal sebagai ustad dan pengelola pesantren di Bogor.

Anton juga menjawab cibiran kalangan tertentu di Islam yang tak suka Ahok. Menurut Anton, Ahok amat menghormati Islam dan tak pernah berniat jahat pada orang Islam. “Saya pernah makan siang dengan Ahok, dan saat itu Ahok mengutarakan kekagumannya pada Islam. Dia memuji nabi Muhammad sebagai sosok reformis dan pembaharu. Ahok juga menyebut Nabi Muhammad orang paling berpengaruh di dunia. Terus saya bilang kenapa nggak masuk Islam saja lu Hok, dia bilang suatu saat kalau Tuhan kasih hidayah,” cerita Anton.

Menurut Anton, sosok Ahok amat langka. Dia meminta ditunjukkan apa yang salah dengan kebijakan Ahok. Selama ini Ahok juga sudah membenahi birokrasi Jakarta dan bergerak membenahi infratsruktur. “Umat Islam itu kalau dakwah jangan normatif, kalau ada orang China terus dijauhi, tidak begitu dong,” saran dia.

Anton menyampaikan dalam Islam tegas disebut agar menjauhi diskriminasi, islam adalah rahmat untuk semua. Jadi amat disayangkan bila ada umat Islam yang malah mencaci Ahok.
“Ahok punya keberanian menegakkan kebenaran di Jakarta, kalau ada orang Islam yang bisa seperti ini saya pilih. Islam mengajarkan tolong menolong, dan Ahok ini apalagi sering berbuat baik,” tutupnya dia.

Jangan Rasis
Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) menegaskan dirinya anti terhadap rasisme. Dia memang sering menjadi sasaran isu rasisme di berbagai media massa dan media sosial.
Ahok menyatakan sikapnya terhadap rasisme saat memberikan sambutan di acara Anugerah Jurnalistik MH Thamrin Tahun 2015 di Balai Kota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (27/8).

“Kalau anda menulis rasis, saya lawan sampai mati. Sangat tegas,” kata Ahok pada acara yang diadakan Persatuan Wartawan Indonesia dan disponsori Bank Artha Graha ini.
Sikap Ahok didasari oleh pemahaman bahwa mendirikan Indonesia yang majemuk ini diperlukan perjuangan dengan darah pahlawan masa lalu. Maka perlu usaha keras juga untuk mempertahankannya.

“Primordialisme tidak pantas disebut pers Indonesia. Karena ada dasarnya, Pancasila dan UUD 1945. Bila ingin merubah dasar negara silakan kampanye atau kudeta dulu,” ujarnya.
Soal tendensi-tendensi pemberitaan tentang dirinya, Ahok terbuka terhadap semua karakter pemberitaan. Mantan Bupati Belitung Timur ini bahkan senang berhubungan dengan WTS alias Wartawan Tanpa Surat Kabar, begitulah istilah populernya, yang acap kali mencari-cari kesalahan pejabat.

Pewarta jenis itu menggunakan kesalahan-kesalahan pejabat sebagai ancaman untuk mencari duit. Bukan ada maksud lain, wartawan yang tendensius seperti itu justru menurut Ahok bisa menjadi semacam pemantau gratis terhadap kesalahan pemerintahan.

“Dulu saya paling demen ribut sama WTS, Wartawan Tanpa Surat Kabar, supaya dia mengincar saya, mencari-cari kesalahan seluruh dinas dan pejabat yang ada di bawah naungan saya. Jadi saya mendapatkan auditor pengawas gratis,” tuturnya.

Dia bahkan menantang pers untuk menulis kekurangan soal pemerintahannya sebagai koreksi atas kepemimpinan Ahok. Ditegaskan Ahok, kehadirannya di hajatan PWI bukan berarti untuk menjadikan wartawan menulis selalu yang baik-baik tentang dirinya.

Ahok menyatakan tak peduli soal pencitraan. Apalagi, semua orang bisa mencari-cari informasi baik yang negatif maupun yang positif di era keterbukaan informasi. “Zaman berubah, siapapun yang melakukan pencitraan, anda nggak bisa tahan lama lagi. Beda dengan zaman Orde Baru, dulu anda bisa kontrol berita,” tutur Ahok.

Meski tak peduli dengan pencitraan, Ahok mempunyai tim untuk memantau komentar-komentar di media online. Dia menganalisa kuantitas komentar negatif yang ada di media online.
“Kalau mereka berpikir saya memainkan sosial media untuk tim saya membela saya, itu salah, itu bukan tipe saya. Tapi saya minta tim saya baca komentar yang negatif, saya tanya berapa persen yang negatif. Misal, IP address-nya sama nggak, bila hanya ada lima atau enam orang sama, cuek saja. Jadi Presiden atau Gubernur DKI cuma butuh 50 persen plus satu,” ujar Ahok yang mengaku suka membaca berita media online ini. (dtc)

Close Ads X
Close Ads X