Pilkada Medan Terancam Tertunda | Pasangan Eldin dan Ramadhan Belum Lapor Harta

Anggota Bawaslu RI Nasrullah (tengah) didampingi Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah Ratna Dewi P (kanan) dan Anggota Bawaslu Provinsi Sumatera Utara Aulia Andri (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan mengenai permasalahan pilkada serentak di kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (3/8). Bawaslu RI mencatat telah menemukan beberapa masalah terkait Pilkada serentak diantaranya dugaan pemanfaatan fasilitas daerah dan mobilisasi PNS dan SKPD oleh petahana, dugaan adanya praktek mahar politik dan persoalan calon tunggal Pilkada. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Rei/foc/15.
Anggota Bawaslu RI Nasrullah (tengah) didampingi Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah Ratna Dewi P (kanan) dan Anggota Bawaslu Provinsi Sumatera Utara Aulia Andri (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan mengenai permasalahan pilkada serentak di kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (3/8). Bawaslu RI mencatat telah menemukan beberapa masalah terkait Pilkada serentak diantaranya dugaan pemanfaatan fasilitas daerah dan mobilisasi PNS dan SKPD oleh petahana, dugaan adanya praktek mahar politik dan persoalan calon tunggal Pilkada. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Rei/foc/15.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan menilai pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Medan sangat berpotensi tertunda. Hal ini menyusul masih banyaknya berkas dokumen syarat calon yang belum dilengkapi oleh kedua pasangan calon yang telah mendaftar (Dzulmi Eldin – Akhyar Nasution dan Ramadhan Pohan – Eddy Kusuma) pada 26 – 28 Juli 2015 lalu.

“Bila tak dilengkapi dalam ma­sa perbaikan ini, oleh salah satu pa­sangan calon, maka akan sa­ngat berpotensi Pilkada (Medan) di­­tunda cukup besar. Untuk itulah, ke­­pada kedua pasangan calon kita nya­­takan wajib lengkapi dokumen ka­­rena cuma dua pasang calon yang maju di Pilkada Medan ini,” kata Pandapotan Tamba se­laku ko­mi­sioner KPU Kota Me­dan, Senin (3/8) di Aula KPU Me­dan, seusai pe­nyampaian hasil ve­rifikasi berkas pemeriksaan pa­sangan calon wali­kota dan wakil walikota pada per­wa­kilan kedua pa­sangan calon yang hadir.

Oleh karena itu, dikatakan Tamba, tim pemenangan dan ga­bungan partai politik (Parpol) agar serius, terutama didalam melengkapi seluruh dokumen sya­rat calon yang dalam hasil verifikasi berkas pemeriksaan pasangan calon walikota dan wa­kil walikota masih banyak dokumen yang tertinggal.

“Medan itu salah satu indikator di Sumut, sehingga diharapkan seluruhnya tahapan bisa lebih baik. Masalah dokumen ini sebe­narnya bisa dikatakan cukup baik, hanya saja ada beberapa hal yang harus mereka perbaiki, dan relatif bisa tergantikan di­bandingkan soal kesehatan (narkoba),” tambahnya.

Demikian halnya, dikatakan Ketua KPU Kota Medan Yenni Chairiah Rambe, hasil penelitian berkas milik kedua pasangan calon Dzulmi Eldin – Akhyar Nasution dan Ramadhan Pohan – Eddie Kusuma yang diserahkan pada tahapan pendaftaran yang digelar 26 – 28 Juli 2015, dan di verifikasi sejak 28 Juli sampai dengan 3 Agustus 2015. “Pada hari ini juga, kami sampaikan hasil penelitian berkas syarat pencalonan, dan selanjutnya nanti kedua pasangan calon akan lakukan perbaikan terhadap berkas mulai 4-7 Agustus 2015 dan berkas tersebut sudah ka­mi terima kembali pada 8 Agus­tus 2015 untuk verifikasi be­rikutnya,”papar Yenni.

Diketahui, kedua pasangan calon (Dzulmi Eldin – Akhyar Na­sution dan Ramadhan Pohan – Eddie Kusuma) tercatat be­lum melengkapi beberapa kepengurusan seperti mengenai Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dari KPK, juga surat keterangan dari pengadilan negeri maupun niaga, termasuk menyangkut tentang gugatan hutang dari pajak. Sebagai cacatan juga untuk calon Walikota Dzulmi Eldin dalam berkas dokumennya memang telah melampirkan LHKPN, namun oleh KPU dinilai bukan dokumen terbitan terbaru dari KPK.

Selain, diingatkan juga mengenai dokumen visi misi serta tim kampanye dan dana kampanye masing-masing calon yang juga harus diserahkan dalam berkas laporan selam perbaikan dilakukan.
Wagubsu Tak Dilibatkan

Selain itu, Gubsu H Gatot Pu­jo Nugroho disebut-sebut te­lah menandatangani enam na­ma pejabat eselon II menjadi Pj Walikota/Bupati dari 14 ka­bupaten/kota yang akan me­lakukan Pilkada serentak 9 De­sember 2015 mendatang. Keenam pejabat eselon II itu ada­lah Kadis Bina Provsu Marga Effendy Pohan sebagai Pj Walikota Medan, Asisten Pemerintahan Provsu Hasiolan Silaen sebagai Pj Bupati Humbanghasundutan, Kadis Pehubungan Provsu Anthony

Siahaan sebagai Pj Bupati Tobasa, Kepala BKD Provsu Pandapotan Siregar sebagai Pj Bupati Tapanuli Selatan, Kepala BLH Provsu Hidayati sebagai Pj Bupati Labura, dan Kadis Pendapatan Provsu Rajali sebagai Pj Walikota Binjai.

Dari keenam nama pejabat eselon II Pemprovsu itu, dua belum layak menjadi Pj Bupati karena belum senioritas dan masih pejabat eselon II muda. Kedua pejabat itu, yakni Pandapotan Siregar dan Hidayati. Apalagi santer disebut kedua pejabat ini sangat dekat Gubsu.

Ketika informasi ini dikonfirmasi kepada Pandapotan Siregar dan Hidayati, keduanya justru membantah kalau mereka sudah disetujui Gubsu menjadi Pj Bupati Tapsel dan Labura. “Kata siapa itu, tak ada itu,” kata Hidayati saat dihubungi melalui ditelepon.

Sedangkan Kepala Biro Otonomi Daerah (Kepala Biro Otda) Provsu Jimmy Pasaribu, justru menolak berkomentar. “Saya no comment-lah, coba tanya kepada Sekdaprovsu Hasban Ritonga,” katanya di Kantor Gubsu, Senin (3/8).

Saat ditanya, apakah keenam nama tersebut sudah masuk ke Biro Otda Provsu untuk diajukan ke Mendagri pelantikannya, Jimmy, lagi-lagi menolak memberikan jawaban. “Maaf ya, saya no comment,” katanya lagi.

Kabag Penyelenggaran Biro Otda Provsu Basarin Yunus Tanjung juga membantah keenam nama tersebut sudah diteken Gubsu. Ia juga membantah nama-nama itu sudah masuk ke Biro Otda Provsu untuk diajukan Kemendagri agar segera dilantik sebagai Pj Walikota/Bupati. “Belum ada nama-nama itu,” ujarnya singkat.

Basarin tetap menolak berkomentar saat disinggung siapa saja nama eselon II yang sudah masuk ke Biro Otda Provsu untuk diajukan sebagai Pj Walikota/Bupati di 14 Kabupaten/kota di Sumut. “Belum ada, sabar aja, nanti akan disampaikan juga kalau sudah ditandatangani Gubsu,” katanya.

Sementara itu, Wagubsu HT Erry Nuradi menegaskan dirinya tidak mengetahui bahwa Gubernur telah melakukan pengusulan terhadap Mendagri mengenai nama-nama Pj Bupati/Walikota yang akan melakukan Pilkada serentak. “Saya tidak tau soal itu, karena saya tidak ada dilibatkan dalam hal itu. Jadi coba aja tanya sama Gubsu,” kata Wagubsu kepada wartawan saat dijumpai di Mesjid Agung Medan, Senin (3/8).

Dari 33 Kabupaten dan Kota di Sumut, ada 23 yang akan menggelar Pilkada pada 9 Desember 2015 mendatang. 23 Kabupaten tersebut dibagi atas dua katagori yakni Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya tahun 2015 dan Kapala Daerah yang berakhir masa jabatannya semester satu tahun 2016.

Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya tahun 2015 sebanyak 14 daerah dan masa jabatannya berakhir sampai semester satu tahun 2016 sebanyak 9 daerah. Semua daerah ini telah siap menggelar Pilkada pada 9 Desember 2015 mendatang.

Sebanyak 14 kapala daerah yang telah berakhir masa jabatan tahun 2015 yakni Kota Medan, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Toba Samosir, Kota Binjai, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kota Sibolga, Kota Pematangsiantar, Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Labuhan Batu Utara.

Sekda Simalungun Dilapor Dukung Calon Petahana Bawaslu mendapat laporan dari Bawaslu Sumatera Utara soal keterlibatan aktif PNS di pilkada. Sekretaris Daerah Simalungun, Gideon Purba, menjadi salah satunya. Dia diduga terlibat politik praktis dalam pencalonan JR Saragih, yang merupakan calon bupati petahana.

“Jadi ada di Kabupaten Simalungun, ada pejabat (Sekda) ikut hadir dalam proses pendaftaran calon petahana,” kata anggota Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, Aulia Andri di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (3/8).

Selain itu, Bawaslu juga menemukan dugaan mobilisasi PNS dan satuan kerja perangkat daerah yang dilakukan bakal calon kepala daerah petahana di sejumlah daerah. Mendapati laporan ini, Komisioner Bawaslu, Nasrullah mengaku bakal menindaklanjuti temuan tersebut. Pihaknya bakal mengirimkan surat kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). “Bawaslu berencana akan mengirim surat atau rekomendasi kepada Kemenpan RB dan Kemendagri,” ungkap Nasrullah

Sebelumnya, Bawaslu membeberkan hasil temuan dugaan pelanggaran yang terjadi selama tahapan pencalonan kepala daerah pada Pilkada serentak tahun ini. Sampai saat ini, setidaknya ada enam temuan Bawaslu, yakni tindakan pemanfaatan fasilitas daerah oleh bakal calon petahana.

Kemudian adanya mobilisasi pegawai negeri sipil (PNS) dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), lalu praktik mahar politik, persoalan kepengurusan beberapa parpol yang mempengaruhi pencalonan, serta persoalan calon tunggal dan temuan ijazah palsu.

-Temukan 6 Jenis Pelanggaran Awal
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan enam pelanggaran selama tahapan pencalonan pemilihan kepala daerah (pilkada). Komisioner Bawaslu Nasrullah mengatakan pelanggaran terjadi dalam berbagai bentuk di sejumlah daerah, mulai dari penyalahgunaan kewenangan inkumben, mahar politik, hingga ijazah palsu. “Bawaslu turun langsung dan menemukan enam persoalan serius dalam tahap pencalonan,” kata Nasrullah di kantornya, Senin (3/8).

Pelanggaran pertama yaitu dugaan penyalahgunaan fasilitas daerah oleh calon inkumben. Bawaslu menemukan sejumlah alat peraga (baliho, spanduk) yang dipasang calon inkumben untuk mempromosikan dirinya, bukan program daerah. Ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 71 ayat 2.

“Bawaslu meminta bantuan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit dugaan penggunaan APBD atau APBN,” kata Nasrullah. Hasil temuan BPK, kata dia, akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan atau kepolisian. Inkumben bisa dikenakan pasal tindakan pidana korupsi terkait dengan penyalahgunaan wewenang atau gratifikasi, karena Undang-Undang Pilkada belum mengatur hukuman khusus soal pelanggaran ini.

Pelanggaran kedua, kata Nasrullah, yaitu keterlibatan dan mobilisasi PNS saat deklarasi atau pendaftaran berlangsung di KPU daerah. Selain itu, ada beberapa pejabat tinggi daerah hadir mengantarkan pendaftaran pasangan calon. “Bawaslu akan kirim surat kepada Menpan RB dan Mendagri untuk menindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” kata dia.

Ketiga, adanya politik uang atau mahar dalam pencalonan kepala daerah. Beberapa bakal calon mengaku gagal mendapat rekomendasi dari partai karena kalah memberi mahar dari pasangan lain. Bawaslu melihat ini terjadi selama pilkada. Untuk itu, Bawaslu meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menelusuri aliran mahar dari 827 calon kepala daerah. “Kami telusuri termasuk ke pengurus, fungsionaris, dan badan pemenangan pemilu partai,” kata Nasrullah.

Keempat, soal sengketa kepengurusan partai politik seperti pada Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan. Bawaslu menyiapkan ruang penyelesaian sengketa bagi calon yang ditolak KPU, atau tidak dapat rekomendasi partai.

Kelima, adanya calon tunggal di sepuluh daerah peserta pilkada. Bawaslu merekomendasikan pemerintah segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Nasrullah meminta pemerintah memberikan perpanjangan waktu pendaftaran sepuluh hari jika masih ada calon tunggal di daerah. “Tambah kira-kira sepuluh hari dibanding diundur sampai 2017. Kalau diundur, biayanya lebih banyak,” kata Nasrullah.

Masalah terakhir yaitu ijazah palsu yang digunakan para calon. Bawaslu menemukan beberapa calon kepala daerah menggunakan ijazah palsu setingkat sekolah menengah pertama. (ant/mtv/dtc/andri/mag-01)

Close Ads X
Close Ads X