Harga Timah Melonjak, Pengusaha Belum Bisa Ekspor

Jakarta | Jurnal Asia
Harga timah dunia di Bursa Lon­don berangsur naik. Pekan lalu harga timah ditutup US$ 16.360/on di London Metal Exchange (LME). Meski begitu, smelter di Indonesia belum bisa berjualan.
Pergerakan harga timah di LME cukup menggembirakan. Pe­ngu­saha atau eksportir timah di Indonesia beranggapan salah satu pemicu harga naik adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 33 Tahun 2015 yang memperketat ekspor timah.

Ketua Umum Asosiasi Eks­portir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto mengatakan, pihaknya bersama para eksportir lain yang berjumlah 26 smelter tengah menunggu Petunjuk Teknis (PE) Pemberitahuan Ekspor (PE) yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Kita belum bisa ekspor karena PE belum keluar. Katanya hari ini, saya sedang menunggu,” tutur Jabin, Senin (3/8). PE merupakan salah satu per­syaratan ekspor yang merupakan tin­dak lanjut dari penerapan Permendag No 33 tahun 2015. Permendag tersebut berlaku efektif pada 1 Agustus 2015 ke­marin. “Permendag itu ditan­datangani Mei kemarin, ke­napa Juknis PE belum keluar. Kita nggak bisa ekspor, ekspor mandek, makanya harga naik,” katanya.

Ada sebanyak 26 smelter anggota Bursa Komoditi Deri­vative Indonesia atau ICDX yang tengah menunggu juknis ini. Jabin mengatakan, ekspor terta­han terhitung sejak 15 Juli 2015 lalu, karena itu merupakan batas waktu terakhir eksportir bisa melakukan ekspor dengan merujuk pada Permendag 44 Tahun 2014 tentang ketentuan ekspor timah yang pada akhirnya digantikan oleh Permendag 33 tadi. “Itu hari terakhir ekspor lewat Permendag 44. Setelah 15 Juli haris pakai Permendag 33, tapi belum bisa karena Juknis PE belum keluar,” jelasnya.

Jabin mengatakan, sejumlah stok barang pun terpaksa harus mengendap karena tidak terjual. Namun dia tidak bisa menyebutkan berapa angkanya. Perlu diketahui, dari 26 smelter anggota BKDI, hanya 1 perusahaan yang menjual timahnya di dalam negeri, yakni PT Timah. Sedangkan 25 lainnya fokus pada ekspor. Jadi, saat ekspor tak bisa dilakukan, smelter tersebut berharap agar Juknis PE cepat dikeluarkan.

Jabin sendiri memperkirakan ekspor baru bisa dilakukan pada minggu ketiga Agustus nanti. “Kalau Juknis Pe dari sekarang turun, kita kumpulkan data dan berkas, lalu masuk ke ESDM. Lalu kita perlu lapor lagi ke bursa (BKDI), lalu masukkan barang ke gudang, lalu trading. Kira-kira Agustus minggu ketiga ini kita baru bisa ekspor,” jelasnya.

Dia berharap, pada saat ekspor kembali bisa dilakukan, harga pun masih stabil ataupun terus naik dan tidak turun. “Kita harapkan berjalan dengan baik,” tandasnya. Pemicu melonjaknya harga timah adalah pengetatan ekspor yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Sementara harga logam industri lainnya, seperti nikel, aluminium, tembaga, dan seng kompak melemah. Harganya turun sekitar satu persen. (dc)

Close Ads X
Close Ads X