MUI Dorong Pemerintah Bentuk BPJS Syariah

Jakarta | Jurnal Asia
Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Jaih Mubarok meminta pemerintah segera membahas putusan MUI terkait sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang tak sesuai syariah.

Musababnya, banyak mas­yarakat yang membutuhkan solusi syariah untuk BPJS. “Pemerintah punya kewajiban melayani masyarakat yang me­nginginkan terjaminnya sis­tem syariah di BPJS. Jadi ulama, BPJS, dan pemerintah perlu duduk bersama,” kata Jaih, Kamis (30/7).

Sama seperti terbentuknya bank syariah, Jaih meminta pemerintah membentuk BPJS syariah yang bebas dari penipuan dan riba. Menurut dia, lahirnya ke­putusan BPJS dianggap haram atau tak sesuai syariah karena MUI menduga pengelolaan iuran atau akad BPJS tidak jelas dan berpotensi riba karena dikelola bank konvensional.

“Pengelolaannya harus pakai parameter syariah. Misal pasar modal dan saham yang terdaftar di syariah,” kata Jaih. “Keadaan darurat ini harus diselesaikan. Tidak bisa terus-menerus seperti ini.”

Pekan lalu MUI mengeluarkan fatwa bahwa sistem premi hi­ngga pengelolaan dana peserta BPJS Kesehatan tak sesuai fikih atau haram. Keputusan ini lahir sebulan lalu dalam ijtima ulama Komisi Fatwa MUI di Tegal.

Tiga alasan yang mendorong keluarnya keputusan tersebut antara lain ketidakjelasan sta­tus iuran atau premi BPJS. “Kedudukan akadnya atau iuran itu apa? Apa bahasa hukumnya? Apakah termasuk hibah?” kata Jaih. Sebab, kata dia, dalam prinsip syariah harus diatur bagaimana status, kejelasan bentuk, dan jumlah akad atau iuran. Jika tidak, maka BPJS telah melakukan gharar atau penipuan. Kedua, Jaih mengatakan iuran yang disetorkan para peserta tak jelas kedudukannya. “Setelah disetorkan, apakah itu milik negara, BPJS, atau peserta?” kata dia.

Menurut dia, dalam prinsip asuransi syariah–untuk meng­gambarkan kondisi iuran BPJS– iuran adalah hibah kelompok peserta asuransi. Maka pe­rusahaan asuransi atau BPJS seharusnya berlaku sebagai wakil kolektif. Ketika risiko terjadi, maka perwakilan akan menjadi perpanjangan tangan dari peserta kolektif ke individu.

Berikutnya, MUI mem­per­tanyakan investasi iuran peserta yang dikelola BPJS. MUI khawatir BPJS mengelola iuran tersebut dengan deposito, saham, dan cara lain di bank non-syariah. “Ke sektor yang halal tidak? Potensi riba bisa terjadi kalau ternyata didepositokan ke bank yang memberi bunga,” kata Jaih.
(tc)

Close Ads X
Close Ads X