Medan | Jurnal Asia
Belum membaiknya kinerja ekspor Crude Palm Oil (CPO) memberikan pengaruh besar terhadap realisasi ekspor hasil pertanian dan pertambangan Sumatera Utara (Sumut) yang terus menurun.
Pada Surat Keterangan Asal (SKA) Disperindag Sumut, nilai ekspor pada Januari hingga Juni 2015 turun 28,84 persen sedangkan volume ekspor turun 13,12 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Untuk keseluruhan nilai ekspor Sumut tercatat sebesar USD1,84 miliar dengan volume 2,42 juta ton. Jika dibandingkan periode tahun lalu mengalami penurunan sekitar 28,45 persen di mana nilainya USD2,58 miliar dengan volume 2,78 juta ton.
“Penurunan nilai ekspor ini disumbangkan oleh beberapa komoditi. Penyumbang terbesar adalah dari sektor CPO yang mencapai 30,34 persen dengan nilai USD1,27 miliar di mana volume mencapai USD2,16 juta ton, periode sebelumnya USD1,82 miliar dengan volume 2,48 juta ton,” kata Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Disperindag Sumut, Fitra Kurnia, Kamis (30/7).
Bukan hanya CPO, sambung Fitra, kinerja ekspor yang memprihatinkan juga terjadi pada produk karet yang turun sampai 54,67 persen menjadi USD101,38 juta dengan volume 100.825 ton. Padahal, sebelumnya nilai ekspor pernah mencapai USD223,67 juta dengan volume 108.750 ton.
“Krisis ekonomi global sudah mulai dirasakan oleh pengusaha-pengusaha eksportir Sumut sejak tahun 2014. Penurunan nilai ekspor terus terjadi hingga pertengahan 2015 ini,” terangnya.
Kondisi belum pulihnya perekonomian dari krisis yang melanda dunia, katanya, berdampak juga kepada permintaan dari negara utama tujuan ekspor Sumut. Hal tersebut membuat negara-negara pengimpor produk-produk pertanian dan pertambangan dari Sumut mengurangi volume.
Begitupun, lanjutnya, tidak semua produk mengalami penurunan ekspor. Kinerja ekpor kopi Arabika Sumut misalnya masih bisa diandalkan, hingga Juni mengalami kenaikan 17,83 persen menjadi USD191,46 juta dengan volume 35.608 ton dari USD163,62 juta dengan volume 32.189 ton.
“Ekspor kopi instan juga naik 17,83 persen menjadi USD5,81juta dengan volume 888 ton di mana periode sebelumnya dikisaran USD4,93 juta ton dengan volume 734 ton,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Ivan Iskandar Batubara mengungkapkan, memburuknya kinerja ekspor tersebut dipengaruhi oleh permintaan dari sejumlah negara tujuan utama seperti India dan Tiongkok yang terus menurun.
Ekonomi di dua negara itu belum pulih sehingga memaksa industri-industri di sana melakukan penghematan. Penghematan tentu menyebabkan permintaan bahan baku, khususnya CPO dan karet menurun cukup signifikan. Keadaan itu semakin diperparah karena India dan Tiongkok juga menaikkan bea masuk CPO sejak awal tahun.
“Selain itu, harga dua ko)moditas itu juga semakin tertekan. Selain karena permintaan, khusus untuk harga CPO juga turun karena harga minyak nabati lain seperti minyak kedelai juga turun,” ungkapnya. (netty)