Dampak El Nino 2015 Terparah

Jakarta | Jurnal Asia
Fenomena El Nino diperkirakan akan mulai terlihat pada bulan Agustus hingga Desember 2015 mendatang. Hal tersebut didasari oleh kenaikkan indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) dari 1,6 pada Juni menjadi 2,2 pada Desember mendatang.

El Nino adalah suatu gejala pe­nyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut di Samu­dera Pasifik sekitar equator (equa­torial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar pantai Peru). Penyimpangan ini akhirnya berdampak pe­nyim­pangan kondisi laut hingga terjadi penyimpangan iklim.

Akibatnya di beberapa daerah di Indonesia, khususnya sebelah selatan garis khatulistiwa, terjadi kemarau panjang. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya dalam jumpa pers di Kantor BMKG, Jl.Angkasa, Jakarta Pusat, Kamis (30/7).

“Fenomena itu (El Nino) akan mulai terlihat sekitar bulan Agustus hingga Desember men­datang. Perlu diketahui bahwa saat ini kenaikkan indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang tadinya 1,6 pada Juni menjadi 2,2 pada Desember,” ujarnya.

“Daerah-daerah di Indonesia yang berpotensi terkena dampak El Nino 2015 meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Se­latan (Kalsel), dan Sulawesi Selatan (Sulsel),” lanjutnya.

Andi menjelaskan bahwa Jawa, Sulsel, Lampung, Bali, NTB, dan NTT telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut yang sangat panjang. Wilayah-wila­yah tersebut sudah me­ngalami kekeringan sejak Mei 2015 sesuai dengan pantauan Peta Pemantauan Hari Tanpa Hujan milik BMKG.

“NTB dan NTT telah memasuki musim kemarau sejak Maret 2015 dan diprediksi berlangsung hingga November 2015. Sementara Jawa memasuki musim kemarau sejak April 2015 dan diprediksi berlangsung hingga Oktober 2015,” ucapnya.

Ia menuturkan bahwa mu­sim penghujan di awal tahun 2016 di beberapa daerah yang disebutkan di atas yang terkena dampak El Nino akan mengalami kemunduran. Selain itu hal tersebut berdampak pula pada keringnya lahan dan bisa memicu banyak masalah. Musim penghujan yang biasanya terjadi pada bulan Oktober-Februari akan mundur menjadi Februari-Juli 2016.

“Akibat fenomena ini, awal musim hujan di 2016 awal di beberapa daerah akan mengalami kemunduran. Dan berdampak pula pada masa paceklik, kebakaran hutan, ketersediaan air bersih, serta meningkatnya demam berdarah” tutupnya.

2015 Terparah
Dalam 30 tahun terakhir, El Nino berefek negatif terparah terjadi pada tahun 1997/1998. Asian Development Bank (ADB) mencatat bencana itu menyebabkan kebakaran hutan di Indonesia seluas 9,8 juta hektar.

Penguatan El Nino 2015 ini, ditunjukkan oleh kenaikan indeks ENSO (El-Nino Southern Oscillation) dari 1,6 pada Juni dan akan terus meningkat hingga 2,2 pada Desember 2015. Analisa BMKG melihat dari curah hujan, hingga Desember nanti kekeringan akan melanda provinsi Jawa, Sulawesi Selatan, Lampung, Bali, NTT, dan NTB. Kekeringan akibat El Nino ini, merupakan yang terparah sejak 30 tahun lalu.

“Wilayah itu mengalami sifat curah hujan di bawah normal dalam 30 tahun terakhir. Suhu permukaan laut di Indonesia memberikan pasokan yang tidak cukup, hal itu dikarenakan menguatnya El Nino,” ujar Kepala BMKG, Andi Eka Sakya, Jakarta, Kamis (30/7).

Di Indonesia, dampak dari fenomena El Nino pada 1997 terjadi bencana kekeringan yang luas. Pada tahun itu, kasus kebakaran hutan di Indonesia menjadi perhatian internasional karena asapnya menyebar ke negara-negara tetangga.

Kebakaran hutan terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Namun, kebakaran itu semakin luas karena keringnya udara dan sedikitnya curah hujan, sehingga api mudah berkobar dan merambat.
Dampak El Nino 2015 berpotensi melebihi dampak El Nino pada 1997. “Dari pengamatan kita tampaknya begitu, sebaiknya ini sesegera mungkin disampaikan ke masyarakat,” kata Andi. (ant/dtc/bc)

Close Ads X
Close Ads X