Jakarta | Jurnal Asia
Selain untuk transaksi ekspor, kini perdagangan timah batangan atau ingot dalam negeri pun harus melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI/ICDX). Ini pertama kalinya perdagangan timah batangan dalam negeri diatur bursa.
“Baru sekarang ini diatur. Dulu di lokal tidak ada di bursa, hanya ekspor saja,” kata Direktur Pengembangan Produk ICDX, Stella Novita Lukman ditemui di acara Sosialisasi Transaksi Timah Dalam Negeri di The Capitol, Jalan S Parman, Jakarta, Rabu (29/7).
Stella mengatakan, hal ini sesuai dengan ketentuan pemerintah yakni Peraturan Menteri Perdagangan No 33 tahun 2015 tentang transkasi timah yang berlaku mulai 1 Agustus 2015.
Dikatakan Stella, untuk menjadi pembeli timah batangan lewat bursa caranya cukup mudah. Langkahnya adalah dengan mengisi formulir pendaftaran pembeli peserta. Pembeli timah boleh perseroangan namun dengan tujuan pengggunaan timah yang jelas.
Dikatakan Stella, pembeli harus terlebih dahulu menjadi pembeli peserta dengan membayar biaya administrasi sebesar Rp 3 juta yang berlaku selama masa kepesertaan, tak ada tambahan biaya lain. “Tak ada biaya transkasi apapun lagi. Hanya biaya administrasi,” tambahnya.
Biasanya, lanjut Stella, sebelum diatur lewat bursa, perdagangan timah batangan dilakukan secara bebas. Namun untuk mencegah adanya praktik kecurangan atau penyelundupan, maka semua perdagangan diatur lewat bursa.
Minimal pembelian timah batangan untuk dalam negeri adalah 25 kg, dengan kelipatan 25 kg juga. Stella mengatakan, tak ada batas pembelian maksimum dalam transaksi ini. “Kalau beli 40 kg tidak bisa, jadi per kelipatan 25 kg. Tak ada batas maksimum. Tapi kita validasi, jadi dalam formulir itu ada estimasi penggunaan. Dari data kami udah tahu kira-kira industri ini butuh berapa, kalau keperluaannya lebih kami akan datang melihat, tapi bukan mengaudit. Jadi tak ada batas pembelian maksimum,” paparnya.
Para konsumen di dalam negeri kebanyakan adalah industri-industri kecil atau Usaha Kecil dan Menengah yang membutuhkan timah. “Dia pilih penjual, lalu negosiasi. Bayar lalu deal dan dapat delivery order. Barangnya bisa diambil di beberapa gudang yang sudah ditentukan bursa. Ada beberapa, di Pangkal Pinang, Dabo Singkep, dan lainnya. Kita juga mau bangun di Kelapa Gading,” tuturnya.
RI Harus Jadi Penentu Harga Timah Dunia
Indonesia merupakan produsen timah kedua terbesar di dunia setelah China, juga menjadi eksportir terbesar di dunia. Namun, harga timah dunia masih belum mengacu pada bursa timah Indonesia yakni Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI).
Namun, Indonesia bisa menjadi acuan harga timah internasional. Bagaimana caranya?
Saat ini, ada beberapa bursa jual beli timah internasional di antaranya adalah BKDI, London Metal Exchange, dan Kuala Lumpur Tin Market. Jual beli timah internasional bisa mengikuti harga acuan yang ditentukan bursa-bursa tersebut. Akan tetapi ketiga bursa tersebut tak mengacu satu sama lain.
“Tidak ada yang namanya LME ngikutin ICDC (BKDI), ICDX ngikutin LME. Semuanya punya fisik, KLTM juga,” tutur Direktur Pengembangan Produk BKDI, Stella Novita Lukman di The Capitol, Jalan S Parman, Jakarta, Rabu (29/7).
Stella mengatakan, penentuan harga acuan bisa ditentukan dengan adanya supply and demand. Dia menggambarkan, jika satu bursa menjual timah dengan harga US$ 12.000/ton, sedangkan bursa lainnya menjual harga lebih murah yakni sekitar US$ 11.800, atau selisih lainnya, maka konsumen pasti akan membeli ke bursa yang harganya lebih murah.
Tapi lain halnya, lanjut Stella, jika ternyata, yang lebih murah tersebut tidak memiliki produk atau kehabisan produk. Maka mau tidak mau konsumen mencari timah ke harga yang US$ 12.000.
“Memang murah tapi kalau nggak ada barangnya, bagaimana?” tuturnya. engan begitu, lanjut Stella, Indonesia bisa menjadi bursa referensi harga timah, jika pasokan timah di luar negeri menipis atau cenderung habis. Kemungkinan tersebut pun cukup terbuka lebar karena Indonesia menjadi produsen kedua terbesar dan eksportir terbesar di dunia. “Kalau dikatakan kita bisa jadi leading reference, saya setuju. Itu bisa,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Biro Analisis Pasar Badan Pengawas Berjangka Komoditi (Bappebti) Mardjoko mengatakan, dengan adanya Permendag 33 tahun 2015 yang salah satunya bisa meminimalisir penambangan timah ilegal atau penyelundupan timah. “Justru dengan adanya Permendag itu, dalam rangka price discovery, atau price reference nantinya. Itu salah satu tujuannya,” kata Mardjoko.
Tak menutup kemungkinan menurutnya, pasokan di luar negeri pun adalah timah-timah selundupan dari Indonesia. “Sebaiknya memang yang ilegal itu kita tutup serapat-rapatnya. Supaya tidak over supply, satu-satunya itu. Itu salah satu caranya,” katanya.
Hanya PT Timah yang Jualan ke Pasar Lokal
Sekarang perdagangan timah di dalam negeri harus lewat Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) layaknya transaksi ekspor. Dari 26 smelter atau perusahaan anggota BKDI, hanya 1 perusahaan yang melayani penjualan dalam negeri.
Kepala Biro Analisis Pasar Badan Pengawas Berjangka Komoditi (Bappebti) Mardjoko mengatakan, 1 perusahaan tersebut adalah BUMN PT Timah. Sebelumnya, PT Timah juga menurutnya melayani konsumen-konsumen di dalam negeri.
“Memang hanya PT Timah, apakah selain PT Timah ada? Tidak ada karena fokusnya ke ekspor,” tutur Mardjoko di acara Sosialisasi Transaksi Timah Dalam Negeri di The Capitol, Jalan S Parman, Jakarta, Rabu (29/7/2015).
Dia mengatakan, ada 26 smelter atau perusahaan yang terdaftar di bursa, namun 25 di antaranya berorientasi pada ekspor. “Saya nggak tahu kenapa alasannya. Pokoknya saya sudah kumpulkan semua. Yang 25 itu mengatakan bahwa fokusnya ke ekspor. Saya tidak bisa menerjemahkan itu kenapa. Selama ini, yang UKM kecil itu belinya langsung ke PT Timah, yang melayani memang PT Timah, BUMN itu,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Produk BKDI Stella Novita Lukman mengatakan, transaksi perdagangan timah batangan di dalam negeri dibatasi minimum 25 kg dan berlaku kelipatannya. Sedangkan untuk transaksi perdagangan ekspor timah batangan dibatasi minimum 5 ton. “Semuanya lewat bursa sekarang,” jelasnya. (dtf/ant)