Pemerintah dan BI ‘Pede’ Ekonomi Membaik Akhir Tahun

Jakarta | Jurnal Asia
Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II akan jauh lebih baik dibandingkan semester I tahun ini. Ada beberapa hal yang men­dukung optimisme ter­sebut. Salah satunya realisasi pen­yerapan anggaran pe­merintah yang sudah mulai meningkat saat ini.

Menurut Agus, pada semes­ter II ada beberapa kebijakan sti­mulus ekonomi pemerintah yang belum direalisasikan. Dengan percepatan proyek yang dilakukan, penyerapan pemerintah sudah mulai te­rakselerasi.

“Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tendernya kan sudah ham­pir 93 persen dari projek dan programnya. Bantuan desa juga sudah kan,” kata Agus di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Senin 27 Juli 2015.

Sebagai informasi, pada triwulan I, pertumbuhan In­donesia hanya sebesar 4,7 persen. Meskipun diperkirakan tidak mencapai target APBN-P 2015 sebesar 5,7 persen, pada triwulan ke II dan III di­per­kirakan ekonomi bisa tumbuh masing-masing 5,2 dan 5,3 persen. “Semester I belum terlalu baik, tapi kita yakin di semester II,” katanya.

Optimisme senada juga di­sam­paikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Kom­pleks Istana Kepresidenan. Menurutnya, ekonomi Indonesia pada triwulan II dan triwulan II tahun ini.
Peningkatan konsumsi rumah tangga pada saat Ramadhan dan Lebaran, menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan ekonomi tersebut. “Realisasinya (triwulan II) Sama atau sedikit‎ lebih baik dibanding triwulan I. (Lebaran) ya mungkin menolong di tri­wulan III,” kata Menkeu.

Relaksasi Regulasi Industri Pembiayaan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih membuka pintu relaksasi regulasi industri pembiayaan, menyusul terus menyusutnya penjualan industri otomotif, baik mobil maupun sepeda motor pada paruh awal tahun ini.

“Ya, itu sangat dimungkinkan melihat kondisi saat ini. Tapi, tentunya uang muka bukan satu-satunya faktor yang memicu perlambatan industri pembiayaan saat ini,” kata Kepala Eksekutif Dewan Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani di Jakarta, Senin (27/7).

Menurutnya, perlambatan ekonomi makro saat ini juga meyeret daya beli masyarakat sehingga ekonomi riil menjadi terganggu. Hal itu juga terlihat dengan turunnya penjualan sepeda motor dan mobil hingga 20% pada semester I/2015.

Sebagaimana diketahui, OJK berencana untuk me­nu­run­kan DP sesuai tingkat non performing financing atau pembiayaan kredit bermasalah tiap perusahaan pembiayaan. Jika dirinci, setiap pe­ru­sa­haan multifinance yang me­miliki rasio NPF < 5%, DP minimal pembiayaan syariah dan konvensional ditetapkan sebesar 15% untuk kendaraan roda empat. Sebaliknya, perusahaan mul­tifinance yang memiliki rasio NPF > 5 %, DP minimal pembiayaan syariah dan konvensional se­besar 20% untuk kendaraan roda empat. Perbedaan DP minimal an­tara pembiayaan syariah dan kon­vensional hanya diatur da­lam kendaraan roda dua. Pe­rusahaan multifinance yang memiliki rasio NPF <5%, DP minimal pembiayaan syariah sebesar 5% sedangkan kon­vensional 10%. Adapun, DP minimal pe­rusahaan multifinance yang memiliki rasio NPF >5 untuk pembiayaan syariah 10% se­dangkan konvensional 15% untuk kendaraan roda dua. “Sampai saat ini, tingkat kredit bermasalah industri pem­biyaan masih berkisar 2% . OJK akan terus memonitor perkembangan regulasi yang telah dikeluarkan dan berdiskusi dengan asosiasi terkait,” uca­pnya.
(vv/bc)

Close Ads X
Close Ads X