Aturan Baru Transaksi Dalam Negeri | Pakai Dolar Kena Denda Rp1 Miliar

Jakarta | Jurnal Asia
Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan aturan kewajiban menggunakan rupiah untuk setiap transaksi di dalam negeri. Mulai 1 Juli 2015, setiap kegiatan tran­­saksi di dalam negeri baik secara tunai maupun non tunai diwajibkan pakai rupiah

Aturan tersebut diatur dalam Surat Edaran BI (SEBI) No.17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015, tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewajiban tersebut juga ter­cantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015, tentang kewajiban peng­gunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sementara itu, pasca larangan peng­gunaan mata uang asing yang dikeluarkan Bank Indonesia PBI No. 17/3/PBI/2015, Ke­menterian ESDM meminta ada beberapa pengecualian. Salah satunya gaji pegawai asing di industri minyak dan gas (migas) di dalam negeri tetap dibayar pakai mata uang asing termasuk dolar.

“Kita telah komunikasi dan berkoordinasi secara serius dengan Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Kami dengan BI telah mencapai beberapa kesepakatan,” kata Menteri ESDM Sudirman Said di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 18, Rabu (1/7).

Sudirman mengatakan, dengan memahami karakteristik khusus yang dimiliki oleh industri di sektor energi, mengakibatkan penerapan aturan tersebut tidak bisa diberlakukan secara menyeluruh.

Sehingga kesepakatan dengan BI dan Kementerian ESDM dibagi menjadi 3 kategori, yakni:
Kategori 1: Transaksi yang bisa langsung menerapkan ke­tentuan PBI misalnya sewa kan­tor/rumah/kendaraan, gaji kar­yawan Indonesia, berbagai support services.
“Terhadap ketegori ini, diberi waktu transisi paling lambat 6 bulan,” kata Sudirman.

Kategori 2: Transaksi yang masih membutuhkan waktu agar bisa menerapkan ketentuan PBI misalnya: bahan bakar (fuel), transaksi impor melalui agen lokal, kontrak jangka panjang, kontrak multi-currency.

“Terhadap transaksi pada kategori 2 ini, transaksi yang ka­rena sebuah perjanjian de­ngan jangka waktu tertentu tetap bertransaksi dengan m­a­ta uang asing maka akan di­jajaki kemungkinan perubahan per­janjian,” katanya.

Kategori 3: Transaksi yang secara fundamental sulit memenuhi ketentuan PBI karena berbagai faktor antara lain regulasi pemerintah. Misalnya: gaji karyawan expatriate, drilling service dan sewa kapal. “Ketegori 3 ini, pelaku usaha dapat melanjutkan transaksi dengan mata uang asing,” tutup Sudirman.

Para Travel Agent Ganti Brosur
Di lokasi terpisah, masyarakat yang ingin melakukan perjalanan ke luar negeri menggunakan jasa perusahaan jasa perjalanan alias travel agent wajib melakukan pembayaran dalam mata uang rupiah.

Kewajiban ini tak hanya berlaku untuk perjalanan dengan tujuan wisata tapi juga termasuk ibadah Haji dan Umroh. Para travel agent sudah mengganti brosurnya dengan tarif rupiah. Hal ini merupakan imbas dari aturan Bank Indonesia (BI) tentang kewajiban menggunakan rupiah untuk setiap transaksi di dalam negeri. Mulai 1 Juli 2015, setiap kegiatan transaksi di dalam negeri baik secara tunai maupun non tunai diwajibkan pakai rupiah.‎

“Hari ini semua sudah pakai rupiah. Penawaran kita yang di brosur-brosur pun pakai rupiah semua,” kata Angga Seorang petugas pelayanan PT Patuna, subuah perusahaan jasa perjalanan di kawasan Blok M Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (1/7).

Hal senada dikatakan Ivan, seorang petugas pelayanan jasa perjalanan wisata Aero Tours yang juga berlokasi di Blok M Jakarta Selatan. “Sudah aturan BI. Efektif berlaku mulai hari ini. Jadi semua penawaran kami dalam mata uang rupiah,” jelasnya.

Meski sosialisasi sudah dilakukan cukup lama, nyatanya masih ada saja penyedia jasa layanan perjalanan yang kaget dengan aturan ini. Hal ini terlihat dari tidak tersedianya brosur penawaran wisata. Sebagian travel agent harus melakukan penyesuaian dari yang semula ditawarkan dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) menjadi rupiah.

“Sementara kita by order dulu. Belum ada daftar brosur perjalanan karena kita harus bikin penyesuaian dulu. Kan tadinya brosur kita pakai dolar, sekarang harus pakai rupiah,” kata seorang petugas travel agent.

Importir Lebih Senang Tarif Pelabuhan Pakai Rupiah
Para importir selaku pengguna jasa pelabuhan laut senang dengan adanya ketentuan wajib dalam bertransaksi di pelabuhan memakai rupiah. Sebelumnya importir harus menggunakan dolar dalam membayar jasa pelabuhan termasuk ke perusahaan pelayaran. Pelabuhan termasuk sektor yang kena wajib penggunaan transaksi rupiah.

Sekjen Gabungan Importir Seluruh Indonesia (Ginsi) Ahmad Ridwan Tento mengatakan sebelum adanya ketentuan dari Bank Indonesia (BI) soal wajib transaksi rupiah, pengguna jasa harus membayar Terminal Handling Charge (THC) dalam bentuk dolar AS.

“Bagi kami importir lebih suka pakai rupiah, jadi kami tak perlu susah-susah cari dolar lagi, selama ini pakai banknote,” kata Ridwan, Rabu (1/7). Ia mengatakan ada positifnya tarif jasa pelabuhan wajib memakai rupiah, akan meringangkan importir. Apalagi importir termasuk yang paling kena dampak terhadap melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Waktunya lebih ringkas, kan harusnya kita antre beli dolar, sekarang gak lagi. Juga bisa memangkas dwelling time,” katanya.

Menurutnya, transaksi jasa pelabuhan memang wajib pakai rupiah, namun patokannya masih pakai dolar. Baginya yang terpenting adalah kurs yang dipakai tak mudah naik atau turun.
“Bisa pakai kurs setengah dari BI saja,” katanya.

Direktur Keuangan Pelindo III, Saefudin Noer pernah mengatakan penghitungan jasa kepelabuhanan luar negeri akan menggunakan acuan tarif saat ini (valas) dengan kurs transaksi jual penutupan BI satu hari sebelumnya. Langkah penyesuaian lainnya ialah modifikasi aplikasi SIUK untuk formulasi penghitungan nota tagihan (pra nota).

Noer mengatakan sesuai surat Direksi dan kesepakatan antara Pelindo I, II, III, dan IV, dilakukan sentralisasi entry kurs valas harian dengan menggunakan kurs jual penutupan BI satu hari sebelum pelayanan selesai.

Seperti diketahui mulai 1 Juni 2015, Bank Indonesia (BI) mewajibkan seluruh kegiatan transaksi di Indonesia baik tunai maupun non tunai menggunakan rupiah. Sanksinya berlaku 1 Juli 2015.

Selama ini, penggunaan dolar dalam transaksi bisnis pelabuhan di dalam negeri mencakup pembayaran Terminal Handling Charge (THC) dan Container Handling Charge (CHC), yang dipatok dengan tarif dolar AS yang diatur oleh regulator.

Container handling charges (CHC) adalah biaya yang dikenakan oleh operator terminal peti kemas kepada kepada perusahaan pelayaran sejak kapal sandar, membongkar muatan hingga menumpuk peti kemas di lapangan pelabuhan.

Sedangkan, pungutan THC diambil oleh perusahaan pelayaran asing. Perusahaan pelayaran mengenakan THC kepada pemilik barang untuk kompensasi biaya pengumpulan dan pengangkutan petikemas kosong dari dan ke pelabuhan muat atau repo. Pelaksanaan pemungutan THC di Indonesia dilakukan oleh pelayaran nasional yang menjadi agen di dalam negeri. (ant/oz/mtv/dtf)

Close Ads X
Close Ads X