Jakarta | Jurnal Asia
Meski ada penolakan, namun aturan soal dana aspirasi DPR sebesar Rp11, 2 triliun telah disahkan DPR. Peraturan DPR tentang tata cara pengusulan pembangunan daerah pemilihan atau dana aspirasi, akhirnya diketok dalam rapat paripurna DPR meski ditolak oleh tiga fraksi. Pengesahan itu menuai interupsi dari beberapa anggota DPR.
“Dengan memperhatikan catatan (interupsi), mari kita setujui peraturan DPR tentang tata cara pengusulan program pembangunan dana aspirasi. Setuju ya?,” kata pimpinan rapat paripurna Fahri Hamzah dalam rapat paripurna di gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/6).
Beberapa anggota terutama dari fraksi yang menolak sempat menyuarakan interupsi sebelum pengetokan palu, namun tampak beberapa kesulitan karena microphone mati. Dalam sambutan ketua Panja dana aspirasi Totok Daryanto sebelumnya, memaparkan tentang proses pengusulan program pembangunan dana aspirasi sejak pengesahan UU MD3, kemudian dibentuk tim hingga akhirnya dibahas di Panja Baleg DPR.
“Kami laporkan bahwa tiga fraksi menyatakan tidak setuju, yaitu PDIP, NasDem dan Fraksi Hanura. Selebihnya menyatakan setuju, dan pleno Baleg sepakat bulat untuk melanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya,” ucap Totok Daryanto. “Soal tata cara dalam melaksanakan hak anggota untuk mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan, anggota menyusun secara tertulis dan ditandatangani anggota yang bersangkutan.”
Setelah pengesahan laporan Baleg, paripurna lalu mendengarkan laporan dari ketua tim Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) Taufik Kurniawan. Sempat terjadi interupsi, namun Fahri Hamzah buru-buru mengetok peraturan dana aspirasi tersebut. “Jadi kita setujui program pembangunan daerah pemilihan,” kata Fahri menegaskan buru-buru.
Peraturan DPR tentang Program Pembangunan Daerah Pemilihan atau dana aspirasi itu kini telah resmi disahkan. Namun begitu, Fraksi NasDem menilai pengesahan itu dilakukan pimpinan DPR secara tergesa-gesa.
“Ini sangat tergesa-gesa, bagaimana Rp11,2 triliun angka indikatif yang disisipkan di APBN tanpa data pendukung. Suatu perencanaan baik jika tidak disiapkan dengan baik maka kecenderungan tidak sesuai perencanaan,” kata sekretaris Fraksi NasDem Johnny G Plate usai paripurna.
Johnny mengatakan, pengesahan peraturan dana aspirasi mendegradasi peran DPR dalam fungsi pengawasan, legislasi dan budgeting, menjadi mengurusi program-program pembangunan di daerah pemilihan masing-masing.
“Masa dana aspirasi didentikkan dengan pembangunan MCK. DPR tidak mengurusi MCK, itu tugas pemerintah. Hari ini DPR mendemonstrasikan ambil peran pemerintah mengurus MCK,” kritik Johnny.
Belum lagi soal potensi penyimpangan dalam realisasinya antara anggota DPR sebagai pengusul dengan pemerintah daerah. Menurut Johnny perjuangan anggota DPR terlalu rendah jika dihitung hanya dengan angka Rp20 miliar tiap anggota DPR. “Perjuangan NasDem yaitu menjaga keuangan negara sesuai tepat sasaran,” ucap anggota komisi XI DPR itu.
Pengesahan peraturan dana aspirasi itu memang tak diwarnai hujan interupsi seperti pada paripurna lain yang membahas agenda bermuatan pro kontra. Rapat yang dipimpin Fahri Hamzah itu berjalan cepat dengan hanya empat orang yang interupsi. Tiga fraksi yang menolak yaitu PDIP, NasDem dan Hanura.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) menyatakan dana itu memang perlu. “Perlu. Karena uang itu bukan untuk anggota DPR,” kata Ical. Menurutnya, duit Rp11,2 triliun itu bukanlah untuk anggota DPR melainkan untuk daerah pemilihan masing-masing anggota. Penyaluran dana ke daerah itu nantinya dilaksanakan pemerintah, bukan DPR. “Yang melaksanakan adalah pemerintah,” kata mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat ini.
Menurut Ical, anggaran infrastruktur untuk daerah juga kurang, lagipula dana aspirasi itu akan tergolong dana desa. Soal pengawasan, nantinya pemerintahlah yang melakukannya. Jadi bila ada kesalahan maka DPR juga tidak terkena imbas. “Bukan DPR, pemerintah yang kerja,” tuturnya saat beringsut masuk mobil.
(dc)