Mahasiswa Harus Terdaftar di PDPT | Perguruan Tinggi Bebas Cetak Blanko Ijazah

Medan | Jurnal Asia
Maraknya jual beli ijazah palsu yang dilakukan perguruan tinggi ilegal, tidak menutup kemungkinan karena tidak adanya ketentuan atau standar yang ditetapkan pemeritah dalam pencetakan blanko ijazah.

Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Prof Dian Armanto men­yebutkan, perguruan tinggi bebas mencetak blanko ijazah sesuai keinginan dan kebutuhannya. Sebab itu merupakan hak pre­rogatif perguruan tinggi yang bersangkutan.

“Tidak ada kriteria untuk pen­cetakan blanko ijazah. Perguruan tinggi baik PTN maupun PTS diberi kesempatan untuk memilih percetakan yang dianggapnya layak dan sesuai dengan keinginan, karena itu hak prerogatif lembaga tersebut,” kata Dian Armanto, Kamis (28/5).

Dijelaskan Dian, pencetakan ijazah itu merupakan hak akademis suatu perguruan tinggi untuk memberikan bukti sebagai tanda kelulusan dari lembaga tersebut setelah memenuhi ketentuan dan mekanisme yang berlaku. Selain itu harus disertai transkrip nilai dan surat keputusan pendamping ijazah (SKPI), berupa kompetensi yang dimiliki lulusan seperti mem­baca Alquran, bahasa Inggris (berbagai bahasa asing,red) mau­pun kompetensi lainnya.

“Keabsahan ijazah yang di­terbitkan pengelola PTS itu sah sepanjang mahasiswa itu resmi terdaftar pada Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atau Dirjen Dikti,” ungkap Dian.

Disebutkannya, sesuai aturan, bagi PTS yang akan melakukan wisuda harus melaporkan 3 ming­gu sebelum pelaksanaannya. Antara lain tentang data calon wisudawan, termasuk jumlah SKS selama masa perkuliahan.

“Jadi sebelum diluluskan se­bagai sarjana, kita akan cermati data-data mahasiswa tersebut. Sepanjang nama-nama mahasiswa yang bersangkutan terdaftar di PDPT, dipastikan ijazahnya legal dan sah. Sebaliknya jika tidak terdaftar, maka ijazah yang dicetak perguruan tinggi itu tidak sah,” kata Guru Besar Unimed ini.

Dijelaskan Dian, pada PDPT itu secara otomatis akan memberikan data sejauh mana mahasiswa merampungkan studi dan tingkat kehadiran dalam menempuh per­kuliahan. Dengan demikian nama mereka tercantum dalam PDPT. Sedangkan data mahasiswa tersebut, didapatkan dari laporan masing-masing kampus yang disampaikan kepada Kopertis.

Berkaitan dengan blanko ijazah, Dian menyarankan untuk mencetak di percetakan yang resmi atau sudah diketahui kredibilitasmya, seperti Perum Peruri. “Memang perguruan tinggi bebas memilih percetakan untuk mencetak blanko ijazah. Di Sumut sudah banyak PTS yang mencetak blanko di Perum Peruri,” katanya.

Kredibilitas
Terpisah Rektor Universitas Dharmawangsa (Undhar) Medan, Kusbianto SH MHum menyebutkan, pihaknya sudah belasan tahun menggunakan Perum Peruri untuk pencetakan ijazah sarjana.
“Kita sudah lama melakukan kontrak kerjasama pembuatan ijazah dengan Perum Peruri sebagai bentuk pengamanan agar jangan mudah dipalsukan orang-orang yang tidak bertanggungjawab, apalagi perusahaan itu sudah diketahui kredibiliats dan ka­pabilitasnya,” kata Kusbianto.

Kusbianto mengaku, ijazah Undhar pernah dipalsukan. Hal itu diketahui terdapat banyak perbedaan antara ijazah palsu dengan ijazah yang dikeluarkan Undhar. Kasusnya sudah masuk ke ranah hukum. Bahkan pelakunya juga sudah menjalani hukuman akibat pemaluan ijazah. “Kita sangat mendukung tin­­dakan pihak Kopertis yang mengadukan pelaku pembuat ijazah palsu ke polisi karena merugikan perguruan tinggi yang sah dan terdaftar,” kata Kusbianto.

Desak
Sementara itu, Dewan Per­wakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Me­­­dan mendesak dilakukannya penelusuran lebih dalam, terhadap kasus terbongkarnya aksi penjualan ijazah palsu oleh oknum Rektor University of Sumatera, yang saat ini sudah diamankan pihak Polresta Medan.

“Kasus ini cukup mengagetkan kita. Terbongkarnya kasus ini hingga terjual 1200 ijazah sangat di luar dugaan, sehingga kita desak agar ditelusuri,” ujar anggota DPRD Medan, HT Bahrumsyah SH yang juga Sekretaris Komisi B DPRD Medan, saat dihubungi, Kamis (28/5).

Bahrum mendorong tidak hanya ke­­­polisian, Pemko Medan melalui Ba­dan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Medan agar mendata kem­bali para Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai intruksi Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi terkait ijazah palsu tersebut.

“Meski Pemko belum me­ne­­mukan itu, tak ada salahnya kembali mendata aparaturnya. Kekuatiran kita, dari 1200 ijazah yang sudah terjual dari University of Sumatera tersebut, mungkin ada aparatur yang menggunakannya,” ucapnya.

Memang, kata politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini, kasus ijazah palsu ini tidak hanya terjadi di Medan, namun sudah persoalan nasional, sehingga dipandang perlu mengeluarkan surat edaran. Sebab telah terjadi adu gelar, sehingga berbagai upaya dilakukan orang untuk meraih gelar kesarjanaannya. Tak peduli apakah gelar tersebut bodong atau palsu.

Koordinator yang membawahi Komisi B DPRD Medan ini juga meminta kepada pihak BKD dan Dinas Pendidikan (Disdik) untuk memverifikasi ulang keberadaan ijazah para PNS. Karena ijazah bodong itu bisa saja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan pangkat dan jabatan yang lebih tinggi di instansinya.

“Begitu juga terhadap legislator, jika ditemukan ada indikasi me­nggunakan ijazah palsu, harus ada tindakan hukumnya. Tidak ada pandang dulu terhadap pihak-pihak yang melanggar aturan,” tegas Ihwan.

Sebelumnya, Kepala BKD Ko­ta Medan Lahum, memastikan tudingan pengguna ijazah pal­su bukan dialamatkan pada pihak­nya.”Saya rasa soal ada PNS gunakan ijazah palsu, bisa tanyakan di Kopertis saja. Pemerintah ber­jalan sudah ketentuan dari pemerintah pusat,”ungkapnya.

Menurutnya, untuk PNS lulusan S-1 maupun S-2, pemerintah telah membuat ketentuan mi­nimal melalui perguruan tinggi terakreditasi B. Kalau kemudian harus dilakukan pendataan, Lahum memilih diam, karena menurut dia tindakan itu menjadi tugas Kopertis.
(swisma/mag-01)

Close Ads X
Close Ads X