Jakarta | Jurnal Asia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar program penguatan integritas dengan revitalisasi OJK Whistle Blowing System (WBS) dan pelaksanaan Program Pengendalian Gratifikasi. Revitalisasi sistem pelaporan itu terkait dicanangkannya tahun penguatan integritas OJK di 2015.
“OJK WBS sebenarnya sudah dirilis tahun 2013 lalu. Tapi sambutannya kurang. Mungkin edukasi dan sosialisasi belum sepenuhnya diterima masyarakat atau tingkat kepercayaan masyarakat ke OJK yang belum cukup, takut ada masalah kalau melapor dan lain-lain,” kata Kepala Departemen Manajemen Resiko dan Pengendalian Kualitas OJK, Hidayat Prabowo, Rabu (27/5).
Dikatakan, sejak OJK WBS diluncurkan, baru ada satu laporan yang masuk. Karenanya, perlu dilakukan lagi sosialisasi kepada masyarakat. “Setelah diperbaiki, ada 17 laporan yang masuk. Bukannya kami bersuka cita dengan ini, tapi itu berarti edukasi yang kami lakukan ada efeknya. Meskipun apakah laporannya sudah tepat atau belum masih perlu diteliti lagi aspek validitasnya,” lanjutnya.
Sementara dalam pelaksanaannya, dilakukan pihak eksternal yang independen, dan laporan yang masuk diteruskan ke komite etik. Ditambahkan, untuk proses validasi membutuhkan waktu sekitar 2 minggu. Dan diakui, ternyata masih ada pelaporan yang salah sasaran. “OJK mendorong pelaku di industri jasa keuangan dan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dengan melaporkan fakta dan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh insan OJK melalui OJK WBS,” katanya.
Revitalisasi, antara lain peningkatan integritas sistem melalui enkripsi data dengan teknologi mutakhir yang aman, anonimitas. Sistem perlindungan pelapor, dan user interface yang lebih sederhana. Pelapor dapat memantau perkembangan laporannya. Semua itu dilakukan oleh pihak independen.
Selain revitalisasi, OJK juga meluncurkan program pengendalian gratifikasi guna pencegahan korupsi. “Ini adalah budaya baru untuk meneliti lebih dulu apakah yang diterima ada kaitannya dengan gratifikasi atau tidak. Bentuknya uang, hadiah, pelayanan, fasilitas. Apakah di hotel dijamin makan yang tidak sepantasnya. Itu bisa masuk gratifikasi. Dan, kalau tidak dilaporkan bisa masuk kategori korupsi,” tandasnya.
54 Persen Pengaduan Ditujukan ke Perbankan
Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Sri Rahayu Widodo mengungkapkan, sebanyak 54 persen dari 3.612 pengaduan pelayanan industri jasa keuangan yang diterima dari masyarakat hingga saat ini, ditujukan untuk perbankan.
Dia mengingatkan, evolusi yang terjadi di sektor tersebut, jangan mengesampingkan prinsip utama pelayanan bisnis jasa keuangan yang selama ini diterapkan. “Prinsip perbankan yaitu kepercayaan, bank juga harus memberikan layanan yang prima. Konsumen akan nyaman apabila komunikasinya baik,” kata Sri di Hotel Ritz Carlton, Rabu, 27 Mei 2015.
Merespons pengaduan tersebut dia mengatakan, OJK terus berupaya memberikan solusi yang terbaik bagi semua pihak. Baik dari sisi internal perbankan maupun secara eksternal di masyarakat.
“Penguatan fungsi internal perlu menjadi perhatian pengurus bank dan pegawai. Untuk itu, OJK terus berupaya untuk memperbaiki SDM-nya agar mampu dijalankan. Melalui eksternal, OJK telah mendirikan Lembaga Penyelesaian Sengketa Keuangan (LPSK),” ujar Sri.
Meski demikian dia meyakini bahwa perbankan masih menjadi industri strategis yang dapat diandalkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan, atau hanya tumbuh 4,71 persen. Melambat 0.53 persen dari tahun 2014 sebesar 5,17 persen.
(vv)