Geger Beras Plastik

Rakyat Indonesia dihebohkan dengan qberedarnya barang tiruan asal Tiongkok yang membahayakan kesehatan. Barang yang dimaksud bukanlah mainan, produk pakaian bekas, ataupun elektronik tiruan dari negara itu yang lazim ditemui di pasar.

Adalah beras, komoditas pangan pokok yang dikonsumsi hampir 250 juta penduduk Indonesia. Heboh beras palsu berbahan plastik ini awalnya santer diperbincangkan di me­dia sosial setelah cara pem­buatannya diunggahnya video di lama youtube beberapa tahun lalu.

Karena itu, beredarnya be­ras palsu yang kabarnya bera­sal dari Taiyuan, provinsi Shaanxi, Tiongkok, dengan sekejap mata tersebar luas di media sosial dan menjadi topik hangat di negara-negara yang masyarakatnya konsumen beras.

Saat ini, beras palsu tersebut dikabarkan telah mencapai di pantai beberapa negara Asia seperti, Vietnam, Malaysia dan India. Bahkan berita terbaru seperti dikutip dari Malaysia Cronicle, beras plastik itu sudah mendarat di Singapura.

Di Indonesia, informasi telah beredar beras palsu itu berasal dari Dewi Septiani, seorang pedagang nasi uduk dan bubur ayam di Ruko GT Grande Mu­tiara Gading Timur, Bekasi. Dewi sebelumnya mengunggah temuan beras tersebut di Face­book dan Instagram pada 13 Mei lalu.

Dewi mengaku tidak me­rasa curiga karena membeli beras tersebut dari toko lang­ganannya, tapi pada saat dimasak menjadi bubur, beras tersebut tidak kunjung matang seperti biasanya. Seperti ga­yung bersambut, karena di media sosial sudah ramai per­bincangkan, dia menduga beras yang dia belinya adalah beras palsu asal Tiongkok itu.

Beda Bentuk
Dewi dalam wawancara khu­sus menjelaskan, secara kasat mata beras palsu tersebut tidak terlalu jelas terlihat. Tapi, ukurannya lebih besar jika di­perhatikan dengan seksama, warna putihnya juga lebih bersih dan mengkilat.

Namun, perbedaan akan sa­ngat mencolok setelah di­masak. Beras palsu jika ditekan menggunakan dua jari akan meninggalkan bekas putih dan hancur dengan cepat. Sedangkan beras asli, meskipun ditekan masih lebih pulen, selain itu beras asli akan menyatu dengan air jika dimasak menjadi bubur. Beras yang diduga berbahan plastik sintetis tersebut tidak menyatu dan masih terlihat bentuk awalnya.

Beras yang palsu dari Tiong­kok, kabarnya me­ng­gunakan bahan baku kentang atau umbi-umbian yang dicampur oleh resin sintetik. Resin sendiri adalah eksudat (getah) yang dikeluarkan oleh banyak jenis tetumbuhan, teru­tama oleh jenis-jenis pohon runjung (konifer).

Getah ini biasanya membeku, lambat atau segera, dan mem­bentuk massa yang keras dan, sedikit banyak, transparan. Dalam hal ini resin yang dipakai adalah sintetis dan yang telah dicampur bahan kimia.

Kepala ahli gizi National Heart Institute (IJN), Mary Easaw-John seperti dikutip dari The Straits Times Asia menegaskan beberapa zat seperti resn plastik, tidak diperbolehkan untuk kon­sumsi. “Dan dalam jika dikonsumsi dalam jangka panjang memiliki implikasi serius pada sistem pencernaan,” ujarnya.

Di Tiongkok sendiri me­nu­rutnya, pemalsuan makanan adalah masalah serius yang terjadi. Karena sekitar 300.000 orang jatuh sakit dan setidaknya enam bayi meninggal pada 2008, ketika susu dan formula bayi di negara itu ditemukan produksinya dicampur oleh me­lamin.

Apa yang dijelaskan ahli kesehatan itu, tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami Dewi, meskipun mengaku belum sem­pat mengkonsumsinya secara langsung. Namun, adik Dewi yang sempat memakan beras itu merasakan hal yang janggal sejak pertama kali mengunyah nasi yang dihasilkan. “Adik saya sempet makan beberapa sendok kok rasanya lain, dikunyak tuh bunyi kres-kres,” ujarnya.

Tidak hanya itu, tak lama setelah mengkonsumsi nasi yang diduga dari beras palsu mengalami sakit perut yang aneh. “ Dia bilang setelah di­makan agak perih perutnya,” tambanya.
Dengan berbagai fakta ter­sebut, jelas ada kesamaan antara penjelasan ilmiah terkait efek yang dirasakan beras yang dicampur resin sintetis dan pelaman yang dialami Dewi. Dan bila terbukti keduanya merupakan barang yang sama yaitu dari Tiongkok, sangat jelas peredarannya membahayakan sehingga harus menjadi per­hatian pemerintah.

Asal Muasal
Hingga saat ini belum ada kejelasan dari mana asal pasti beras yang diduga palsu yang ditemukan Dewi. Bah­kan beberapa pihak masih me­ragukan bahwa komoditas beras bisa dipalsukan oleh oknum yang ingin meraup keuntungan pribadi.

Pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Billy Haryanto mengaku tidak percaya akan kebenaran isu tersebut. Dia beranggapan, yang bisa dipalsukan adalah buatan manusia, bukan buatan tuhan.

“Belum pernah lihat, saya juga ingin tahu. Beras nggak mungkin dipalsukan, nggak bisa (dipalsukan). Itu kan hasil bumi,” kata dia yang juga menjabat sebagai Pengurus Dewan Pim­pinan Daerah Persatuan Peng­gilingan Padi dan Pengusaha Be­ras Indonesia (Perpadi).

Anggapan serupa juga di­sampaikan oleh Menteri Per­dagangan Rachmat Gobel. Na­­mun, dia menegaskan pe­merintah ti­dak menganggap sepele hal ini, apalagi men­yangkut nasib rakyat Indonesia.
Rachmat mengaku sudah ber­koordinasi dengan jajarannya guna menyelidiki kebenaran isu ini. “Karena Kemendag tidak pernah mengeluarkan izin untuk impor itu. Dari mana sumbernya apakah itu beras palsu, apa beras selundupan, itu juga saya minta ke Bea Cukai untuk kordinasi,” ujarnya di Jakarta, hari ini.

Kemungkinan beras tersebut diselundupkan melalui jalur khusus juga menjadi perhatian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Karena diakui ada beberapa titik di Indonesia yang rawan penyelundupan khususnya be­ras.

Kasubdit Humas dan Pen­yuluhan DJBC, Haryo Limanseto ke­tika berbincang mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Per­da­gangan dan otoritas terkait mengenai hal ini. Namun hingga saat ini, belum ada informasi ter­baru penangkapan atau pe­nggagalan impor beras ilegal.

“Jika ada beras impor ilegal yang tertangkap, kami akan pastikan mengandung plastik. Memang yang banyak masuk itu rembesan dari perairan Riau dan Batam,”jelasnya. Namun menurutnya, segala kemungkinan harus menjadi fokus penyelidikan. Termasuk kemungkinan bahwa beras tersebut merupakan poduksi di dalam negeri. “Semua informasi, kami jadikan perhatian, tapi memang ka­mi tidak bisa bertindak terlalu jauh,” ungkapnya. (vn)

Close Ads X
Close Ads X