279 TKI Menunggu Hukuman Mati

Komunitas Buruh Migran Indonesia melakukan aksi keprihatinan terkait hukuman mati dua buruh migran Indonesia oleh pemerintah Arab Saudi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (17/4).
Semarang | Jurnal Asia
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di seluruh dunia yang terancam hukuman mati ternyata cukup banyak. Jumlahnya ada sekitar 279 TKI dan paling banyak karena menjadi kurir narkoba.
Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Agusdin Subiantoro, mengatakan kasus yang dominan menjerat TKI yang terancam hukuman mati adalah kurir narkoba dan pembunuhan.

“Pelanggaran macam-macam antara lain tindak pembunuhan dan kurir narkoba. Paling banyak kurir narkoba, di Malaysia dan Tiongkok,” kata Agusdin di sela Rakor Penempatan dan Perlindungan TKI di Semarang Jawa Tengah, Jumat (17/4).

Agusdin menyatakan, mayoritas TKI yang terlibat pidana adalah yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Menurut data tahun 2014, sebanyak 42 persen dari 429 ribu TKI di seluruh dunia bekerja sebagai PRT. Saat ini pihak berwenang berusaha menekan angka tersebut agar tahun 2017 tidak ada lagi pengiriman TKI sebagai PRT. “Ke depan lebih berorientasi penem­patan TKI formal. Tahun 2017 tidak ada penempatan TKI PRT, sejajar dengan tenaga kerja asing lainnya,” katanya.

Untuk mewujudkan hal itu, pelatihan TKI perlu lebih ditekankan agar bisa memiliki kemampuan dan pengetahuan sesuai dengan permintaan tenaga kerja formal dari negara asing. “Pelatihan memastikan teman-teman kita punya kualitas dan kompetensi sesuai permin­taan nega­ra itu. Tidak hanya skill, tapi juga pengetahuan, bahasa, dan adaptasi hukum setempat,” terang Agusdin.
Hal itu juga untuk antisipasi agar tidak lagi terjadi TKI yang kabur dari majikan seperti yang dialami 12 TKI di Malaysia. Mereka mengadu ke KBRI Kuala Lumpur karena tidak betah bekerja.

Dari data yang diperoleh menyebutkan, 12 TKI itu tidak kabur dan melapor secara bersamaan. Kejadiannya dimulai sejak tahun 2012 hingga 2015 dan 11 orang di antaranya sudah dikembalikan ke Indonesia, sedangkan satu TKI atas nama Sri Wahyuningsih masih berada di shelter KBRI.

Peristiwa kaburnya belasan TKI yang diberangkatkan oleh PPTKIS AF dari rumah majikan, terakhir dilakukan Nurianti (41). Warga Palembang itu bekerja sejak Desember 2014, namun karena tidak betah ia kabur naik taksi ke kantor KBRI. Nurianti dipulangkan ke Jakarta pada 31 Januari 2015 lalu.

Rata-rata masalah yang mereka hadapi adalah gaji yang tidak kunjung dibayar. Bahkan semuanya tidak memiliki Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN) sehingga disinyalir PT AF memberangkatkan pekerja secara ilegal.

Menanggapi hal itu Agusdin menga­takan pihaknya akan melakukan tindakan tegas terkait penempatan. Selain itu perusahaan yang mengirimkan pekerja tersebut akan diteliti lebih dahulu. “Kami tetap tegas terhadap pelaku penempatannya. Yang melakukan pelang­garan akan kita tindak. Kita lihat dulu, harus hati-hati apakah PT ini atau lembaga ini bersalah atau tidak. Kronologi belum tahu, ini masih proses pendalaman,” kata Agusdin.

Terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun langsung memimpin diplomasi terhadap perlindungan bagi buruh migran dan pembebasan burih migran Indonesia yang terancam hukuman mati seperti yang pernah dilakukan oleh mantan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur).

“Kami meminta Jokowi memimpin langsung sebagai kepala negara untuk bertanggung jawab penuh atas kese­lamatan warganya dan kehormatan negaranya,” kata Anis saat menggelar demo di depan Istana Presiden Jalan Merdeka Utara Jakarta Pusat, Jumat (17/4).

Anis mengatakan, pihaknya mengutuk keras atas kebrutalan pemerintah Arab Saudi yang mengeksekusi dua TKI yang bekerja di Arab Saudi bernama Siti Zaenab dan Karni binti Medi Tarsim tanpa pemberitahuan resmi kepada pemerintah Indonesia dan keluarga. “Ini sangat menyakitkan dan melukai hati bangsa Indonesia,” ketusnya.

Aksi yang digelar di depan Istana Presiden itu juga disertai penaburan bu­nga di atas dua foto korban eksekusi hukuman mati sebagai simbol belangsungkawa. Disertai pengorekan gambar kuping se­bagai penafsiran dari pemerintah Indonesia yang agar tidak tuli. “Harus ada diplomasi yang keras kepada Arab Saudi untuk menyelamatkan para TKI yang terancam dihukum mati,” pungkasnya.

Presiden Jokowi sendiri mengaku terkejut dengan kabar eksekusi mati itu. Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri juga sudah melayangkan protes ke Arab Saudi. “Upaya-upaya sudah kita lakukan. Kita ketemu Menlu di sana, juga dubes di sana sudah dampingi, ada pengacara juga. Terus terang, kita juga kaget karena tanpa pemberitahuan sama sekali. Itu yang diprotes oleh Menlu,” kata Jokowi

Jokowi mengatakan itu sesaat sebelum masuk ke Pesawat Kepresidenan BBJ di Halim Perdanakusuma Jakarta Timur, Jumat (17/4), saat akan bertolak ke Surabaya Jawa Timur untuk melakukan kunjungan kerja di sana.

Jokowi mengatakan, nota protes itu disampaikan langsung ke pemerintah Arab Saudi lewat surat. Namun sayangnya, sistem eksekusi di sana dirasa memang berbeda. “Per surat. Anunya memang berbeda, sistem di Arab Saudi. Betul-betul tanpa pemberitahuan. Itu yang kita kemarin kirim surat protes itu,” kata Jokowi.

Seperti diketahui, dua orang TKI yaitu Siti Zaenab dan Karni dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi dalam waktu berdekatan beluim lama ini. Sayangnya, eksekusi mati ini terkesan dilakukan diam-diam dan membuat pemerintah terkejut.
(ant-dc-okz)

Close Ads X
Close Ads X