ConocoPhillips Apresiasi Reformasi Migas | Turunkan Harga Gas Industri

Delegasi ConocoPhillips bertandang ke Istana Kepresidenan. Mereka yang hadir adalah Chairman & CEO ConocoPhillips Company Ryan Lance, Presiden & GM ConocoPhillips Indonesia Erec Isaacson, VP Commercial & Business Development ConocoPhillips Indonesia Taufik Ahmad, dan VP Development & Relations ConocoPhillips Indonesia Joang Laksanto.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan ke­datangan pimpinan ConocoPhillips sebagai salah satu bentuk silaturahmi dengan pemerintah Indonesia. “Ada tiga hal yang mereka sampaikan dalam pertemuan tersebut,” ujar Sudirman di Kementerian ESDM setelah mendampingi Presiden Joko Widodo, Selasa, 31 Maret 2015.

Menurut Sudirman, pimpinan Cono­coPhillips mengapresiasi langkah-langkah re­formasi dan terobosan pembenahan di sektor ESDM saat ini. “Mereka meng­apre­siasi perubahan di SKK Migas, di Direktorat Jenderal Migas yang saat ini berkurang dari vested interest,” ucapnya.

Pimpinan ConocoPhillips juga menya­ta­kan terus berkomitmen berinvestasi di Tanah Air. Selama empat tahun di In­donesia, perusahaan dari Amerika Serikat ini telah menanamkan investasi sebesar US$ 2,5 miliar. Rencananya, dalam tiga-empat tahun mendatang, mereka akan menginvestasikan jumlah yang sama.

Selain itu, ConocoPhillips meng­apre­siasi langkah pemerintah dalam mengambil keputusan dan kepastian usaha. “Mereka merasa nyaman bekerja sama dengan Indonesia,” tutur Sudirman.
Sudirman menuturkan ConocoPhillips saat ini adalah salah satu kontributor migas terbesar dalam produksi migas na­sional. Produksi minyak perusahaan ini tak terlalu besar, hanya sekitar 6-7 per­sen dari produksi nasional. Tapi dia ber­kontribusi besar dalam penyediaan gas nasional sebesar 20 persen. Perusahaan ini juga menjadi kontributor produksi elpiji nasional sebesar 24 persen.

Pemerintah Didesak Turunkan Harga Gas Industri
Pengusaha meminta kepada peme­rintah untuk menurunkan harga gas bagi kebutuhan industri. Hal ini lantaran harga gas industri di Indonesia dianggap masih tinggi di antara negara-negara di ASEAN.

Ketua Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Ach­mad Widjaya mengatakan, tingginya har­ga gas industri ini menjadi ancaman daya saing industri nasional dengan ne­gara lain. “Pengusaha minta harga gas bisa ditekan hingga level US$ 5 per MMbtu,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (31/3).

Dia menjelaskan, saat ini harga gas di Singapura sekitar US$ 4 hingga US$ 5 per MMbtu, Malaysia US$ 4,47 per MMbtu, Filipina US$ 5,43 per MMbtu dan Vietnam sekitar US$ 7,5 per MMbtu. Ban­­dingkan dengan kondisi di Indonesia yang membanderol harga gas industrinya sebesar US$ 9,3 per MMbtu. “Jika harga gas untuk industri semakin ting­gi, hal ini bisa mengancam posisi in­dus­tri nasional dalam pasar bebas Asean atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” lanjutnya.

Menurut Widjaja, jika pemerintah dan ope­rator gas seperti PGN dan Pertagas tidak bisa lagi menurunkan harga gas ini, maka harus ada insentif bagi pengusaha berupa pemotongan harga.
(Bersambung ke halaman 11)

“Kami akan terus mencoba mencari celah agar harga gas industri bisa turun. Kami bertekad akan terus berjuang dan menuntut beberapa Kementerian termasuk Kementerian ESDM. Kalau kami menunggu kajian dari pemerintah pasti lama,” kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gs Bumi (FIPGB), Achmad Safiun. Dia berharap harga gas bisa turun menjadi US$ 5 per MMbtu. Safiun menuturkan, harga gas industri nasional tidak bisa dijual dengan harga melebihi US$ 5 per MMbtu, sebab harga gas industri di negara lain seperti di Malaysia sudah dibawah US$ 5 per MMbtu. “Jadi pengusaha di Malaysia tahu, bahwa pemerintahnya memberikan bantuan atau added value ke industrinya. Tapi yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya,” kata dia.

Seperti diketahui, kebutuhan gas industri pada 2014 mencapai 2.201 MMscfd. Dari sekitar 2.201 MMscfd kebutuhan gas untuk industri, sekitar 1.133 MMscfd digunakan untuk sumber energi yang terdiri dari 485 MMscfd terkait proses atau kontak langsung dengan produk dan 648 MMscfd untuk utilitas. Sedangkan sekitar 1.068 MMscfd digunakan sebagai bahan baku.

Pada 2013, dari kebutuhan sebesar 1.200 MMscfd, pasokan gas yang diperoleh sektor industri manufaktur hanya sekitar 700 MMscfd. Bahkan, untuk kawasan industri Medan (KIM), dari kebutuhan 235 MMscfd, kebutuhan yang bisa dipenuhi tidak sampai setengahnya. (ant/tc)

Close Ads X
Close Ads X