MUI Keluarkan Fatwa Hukum Mati Koruptor dan Pelaku Seksual

Wakil ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin (tengah) bersama Wakil Rektor Pesantren Gontor Dihyatun Masqon Ahmad (kiri), Ketua Komisi Fatwa MUI  Hasanudin Abdul Fatah (kanan) ketika memberikan keterangan kepada wartawan mengenai Fatwa kasu
Jakarta | Jurnal Asia
Maraknya perbincangan terkait hukuman mati di Indonesia membuat Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Makruf Amin, angkat bicara sekaligus mengeluarkan fatwa. Ia menilai pidana hukuman mati juga bisa dijatuhkan terhadap para koruptor dan pelaku kejahatan seksual.”Fatwa korupsi sudah banyak kita ada data-datanya dan ayat-ayat mana saja,” kata Makruf dalam konferensi pers tentang fatwa-fatwa MUI mutakhir di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (3/3).

Makruf menambahkan, salah satu fatwa untuk para koruptor misalnya menyita semua harta serta hukuman mati. Alasan pelaku kejahatan rasuah dibuat miskin lantaran sudah mengambil uang rakyat.”Kami sudah ada mengatur hukuman mati dan ada juga dimiskinkan istilahnya,” imbuh dia.

Selain itu, kata Makruf, dalam fatwa korupsi disebutkan pula jika pejabat menerima hadiah yang bukan haknya dapat dikategorikan perbuatan korupsi. Sebab, lanjut dia, pemberian tersebut merupakan jalan pembuka sebelum tindak pidana korupsi. “Jalan menuju korupsi ialah pemberian hadiah, jadi pejabat terkait dilarang, apalagi korupsi,” pungkasnya.

Hukum Mati Penjahat Seksual
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin mengatakan penjahat seksual lebih baik dihukum mati atau dipenjara seumur hidup daripada dikebiri karena hukuman pemutusan saraf libido itu bersifat menyiksa.”Hukuman kebiri sama saja dengan menyiksa pelaku kejahatan seksual. Lebih baik mereka dikurung selamanya atau dihukum mati,” katanya Maruf di kantornya, Jakarta, Senin (3/3).

Dia mengatakan MUI tidak menyarankan seorang penjahat disiksa, termasuk dengan mengebiri.”Kalau seseorang dijatuhi hukuman mati, maka setidaknya dia langsung mati. Tidak merasa tersiksa di dunia,” katanya.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan hukuman tersebut harus diprioritaskan.Hukuman mati dikatakannya tidak selalu berbicara mengenai ketidakadilan karena vonis itu tentu tidak serta merta dijatuhkan kepada penjahat seksual.

“Tidak serta merta hukuman mati itu dijalankan karena ada tahapan hukum seperti pembuktian dan persaksian,” kata dia.Hukuman mati itu, kata dia, justru melindungi kehidupan dan kemaslahatan yang lebih besar yaitu masyarakat.”Ada peluang menutup ketakutan. Di samping fungsi pembalasan setimpal juga ada efek kejeraan,” kata dia.
(ant/bc)

Close Ads X
Close Ads X