Jakarta | Jurnal Asia
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih cenderung melemah. Bahkan dolar AS sudah nyaris menyentuh level Rp 13.000. Mengutip data perdagangan Reuters, saat ini dolar AS diperdagangkan di posisi Rp 12.975. Posisi tertinggi dolar AS hari ini ada di Rp 12.995. Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan, mengatakan rupiah terimbas sentimen eksternal terutama dari Tiongkok. Tahun ini, sejumlah pihak memperkirakan ekonomi Negeri Tirai Bambu tumbuh di kisaran 7%. Melambat dibandingkan 2014 yang 7,4%.
“Memang ada proyeksi yang negatif terhadap pertumbuhan China. Jadi mata uang negara-negara yang punya kaitan dengan China yang besar, termasuk Indonesia, ya melemah,” jelas Bambang di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (2/3).
Di dalam negeri, tambah Bambang, sejauh ini belum ada sentimen negatif yang signifikan. Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi deflasi 0,36% pada Februari 2015.
“Makanya ini bukan masalah dalam negeri. Ini masalah luar, karena ada sentimen negatif terhadap China yang membuat orang spekulasi. Ekonomi yang terkait China, seperti Indonesia, akan terganggu,” papar Bambang.
Menurut Bambang, pelemahan mata uang tidak hanya dialami oleh Indonesia. Dia pun menyebutkan Bank Indonesia (BI) pasti ada di pasar untuk menjaga rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya.“Bukan masalah, nggak apa-apa. Nanti BI yang intervensi di pasar kalau diperlukan,” katanya.
Positif untuk Ekspor
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat semakin mendekati level Rp13 ribu. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan bahwa kondisi ini akan berpengaruh terhadap kinerja perdagangan ekspor.
“Saya kira, rupiah melemah dapat membuat ekspor kita menguat. Ini, karena barang kita kompetitif di luar. Artinya, kita masih punya peluang,” kata Deputi Bidang Distribusi Jasa dan Logistik BPS, Sasmito Hadi Wibowo, usai konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Senin (2 /3).
Meskipun punya peluang, Sasmito tak bisa menjelaskan detailnya mengenai seberapa besar pengaruhnya terhadap kinerja ekspor nantinya. Sasmito mengatakan bahwa pemerintah tetap perlu menggenjot ekspor, sebab kondisi perekonomian global belum sepenuhnya pulih. “Pemerintah perlu kerja keras,” kata dia.
(ant/vv/dtf)