Rencana Perluasan Objek Pajak PPNBM Dipertanyakan

Jakarta | Jurnal Asia
Pengamat perpajakan dan keuangan negara Ronny Bako mempertanyakan rencana perluasan obyek pajak untuk Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang dilakukan pemerintah untuk menambah penerimaan negara.

“Kebijakan ini terlalu mengada-ngada. Ini karena harga barang nantinya tidak jelas, bisa naik tiba-tiba karena pedagang memasukkan tambahan pajak ke harga jual barang. Ini bisa memberatkan industri dan menyebabkan inflasi,” katanya di Jakarta, Selasa (27/1).

Ronny menilai langkah ini sebagai ketidakmampuan pemerintah untuk menggali penerimaan pajak dari sektor yang lebih besar potensi pajaknya dan bisa menyebabkan keresahan dari para konsumen pengguna barang konsumsi ritel.

Menurut dia, pemerintah harus mengutamakan penerimaan pajak dari para Wajib Pajak besar, aksi transfer pricing, serta melakukan perbaikan administrasi restitusi pajak dan pembenahan regulasi agar optimal dalam menyumbang pendapatan.

“Sejumlah barang seperti batu akik tidak layak masuk barang mewah, karena penerimaan yang didapat, tidak sebanding dengan upayanya,” kata pengajar dari Universitas Pelita Harapan ini.
Pengamat perpajakan Gunadi mengungkapkan hal yang sama dengan Ronny Bako, karena Ditjen Pajak diyakini tidak mampu melakukan pengawasan dengan baik seiring dengan makin banyaknya jenis obyek pajak yang baru.“Itu siapa yang mau mengawasi? Semakin banyak objek pajak, semakin sulit mengawasi. Tambahannya juga tidak terlalu signifikan dibandingkan usahanya. Lebih baik mengejar potensi pajak besar yang lain di pertambangan atau lainnya,” katanya.

Menurut dia, dengan banyaknya barang mewah yang diturunkan level kemewahannya untuk dikenakan pajak, bisa mengganggu jalannya perekonomian masyarakat dan secara tidak langsung bisa menimbulkan inflasi.

“Justru jadi menghambat perekonomian. Kalau pertumbuhan ekonomi dihambat, bisa repot. Pajaknya juga jadi tidak maju-maju. Fungsi dari PPnBM sebagai sarana keadilan pajak juga jadi berkurang,” kata Guru Besar FE-UI ini. Gunadi memberikan solusi bahwa otoritas pajak bisa mengejar penerimaan dari pajak penghasilan Wajib Pajak Pribadi non Karyawan yang selama ini masih minim, atau hanya sekitar Rp5 triliun, padahal potensinya sangat besar.

Ia juga menyarankan pemerintah melakukan pembenahan dalam hal restitusi pajak atau pengembalian atas kelebihan bayar pajak yang saat ini masih terlalu besar, agar kebocoran penerimaan tidak terjadi terlampau banyak.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan siap melakukan revisi sejumlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan menerbitkan aturan baru terkait pengenaan pajak untuk mendorong penerimaan negara dari sektor pajak.

Dari sejumlah revisi dan penerbitan aturan baru tersebut, pemerintah menargetkan adanya tambahan penerimaan negara senilai kurang lebih Rp27 triliun, namun hal ini masih membutuhkan kajian terlebih dahulu.

Sejumlah revisi peraturan tersebut diantaranya perubahan PMK tentang tarif dan batasan barang mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dengan potensi tambahan penerimaan Rp4 triliun dan perubahan PMK tentang perluasan objek PPh pasal 22 atas barang sangat mewah misal perhiasan mewah dengan potensi Rp1 triliun. (ant)

Close Ads X
Close Ads X