Eva Riyanti Hutapea Terobsesi Globalkan Dodol Nasional

Eva Riyanti Hutapea 1 Eva Riyanti Hutapea
Eva Riyanti Hutapea, bisa dikatakan sebagai sosok fenomenal. Bagaimana mungkin sebuah kegiatan bisnis yang jelas tegas selalu berorientasi pada perhitungan untung dan rugi, bisa dikerjakan secara bersamaan dengan kegiatan yang berisi kepedulian, yaitu membangun program peduli Indonesia yang merupakan bagian dari membangun patriotisme bangsa. Mungkinkah seorang pe­mim­pin tertinggi sebuah pe­rusahaan rakasasa yang di­be­naknya selalu berurusan dengan bisnis miliaran dolar dan triliunan rupiah, namun masih sempat dan mau direpotkan mengerjakan oleh soal-soal Usaha kecil dan Menengah (UKM)?
Jawabnya: mungkin saja. Dan itu terjadi pada diri Eva Riyanti Hutapea. Eva terobsesi bahwa keanekaragaman kreasi bangsa Indonesia yang ada di daerah-dae­rah yang ada didaerah-dae­rah dapat dikembangkan menjadi potensi bisnis nasional yang mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat.
Sebagai salah seorang Ketua Kadin yang mengurusi UKM ia telah meminta kepada Departemen Perindustrian, khususnya usaha kecil dan menengah yang bergerak dalam bidang dodol agar dibina dengan sungguh-sungguh sehingga menghasilkan suatu dodol Indonesia yang benar-benar khas dengan kualitas tinggi.
“Saya ingin padukan dodol Garut dengan dodol Palembang atau dodol Makassar atau Ambon menjadi dodol nasional melalui UKM,” katanya yang terobsesi mengglobalkan dodol nasional tersebut. Karenanya, ia pun berharap wartawan bisa ikut bantu agar UKM Indonesia bisa maju.
Kegigihan dan keuletannya dalam berjuang dan mempertahankan prinsip mengalahkan kegigihan seorang pria, tangan dinginnya dalam mengelola usaha sudah teruji. Eva mengakui, meskipun berkecimpung dalam urusan bisnis, dirinya bukanlah seorang pengusaha.
“Saya hanyalah seorang sarjana lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan kemudian melanjutkan studi ke Amerika Serikat,” ucapnya seraya tersenyum.
Penyelamat Perusahaan
Sepulang dari Amerika, Eva Riyanti Hutapea bekerja di sebuah perusahaan swasta, PT Indofood Sukses Makmur, ketika itu perusahaan terancam bangkrut akibat dilanda krisis dan dililit hutang jutaan dolar dan triliunan rupiah. Oleh jajaran komisaris, ia ditunjuk untuk manakhodai penyelamatan perusahaan tersebut.
Berkat kiprahnya dalam memimpin perusahaan tersebut, dalam waktu relatif singkat PT Indoofood Sukses Makmur Tbk berhasil ‘menyembuhkan’ dirinya sendiri dan malah berhasil mendulang untung. Belakangan bukan hanya itu saja, melalui sentuhan kasih sayang seorang Eva Riyanti yang memiliki kharisma dan kepemimpinan yang kuat, perusahaan tersebut berhasil memproklamirkan dirinya sebagai satu-satunya perusahaan raksasa produsen makanan olahan kering dan bumbu-bumbu jadi di Indonesia.
Menurut Eva, salah satu rahasia keberhasilan Indofood Sukses Makmur, karena dirinya rajin memberikan motivasi kepada seluruh karyawannya agar mereka memberikan bhaktinya yang terbaik kepada bangsa dan negara melalui perushaan ini.
“Kami berusaha menciptakan lagu-lagu berirama mars, untuk dinyanyikan bersama yang kemudian berhasil menggugah karyawan untuk bekerja lebih berprestasi kagi,” katanya merendah.
Barangkali baru Eva Riyanti yang berhasil menunjukkan prestasi hebat dalam bidang yang digelutinya di dunia bisnis. Wajarlah jika disebutkan bahwa Eva Riyanti Hutapea adalah wanita Indonesia pertama yang banyak merebut perhatian pers karena keberhasilannya menyelamatkan sebuah perusahaan yang akan bangkrut akibat resesi dan dililit hutang.
Perusahaan yang hampir bangkrut itu berhasil diputar rodanya dan dibangun kembali menjadi perusahaan raksasa dalam waktu yang relatif singkat. Mulanya kerugian Rp 1,2 triliun, dalam tempo setahun sudah mencetak laba Rp 150 miliar, karena itu tidak heran kalau dirinya disebut sebagai the most powerful busines woman in Indonesia.
Dari Keluarga Biasa
Eva Riyanti datang dari keluarga biasa, orang tuanya hanyalah seorang pedagang biasa di pasar Jatinegara, Jakarta Timur. Ibunyalah yang lebih aktif mengelola dagangannya di pasar ketimbang ayahnya.
“Karena kesibukan ibu di pasar, praktis saya sejak kecil sampai remaja dibina oleh ayah dan nenek. Dalam keseharian, ayah sepertinya over protective, bahkan ketika kuliah di UI saja hampir setiap hari diantar dan ditunggui oleh ayah,” katanya mengenang.
Ditambahkan Eva, Barangkali langkah ayah itu bukan hanya sebagai cermin kasih sayang orang tua, tetapi juga karena lima saudaranya meninggal. “Saya bersama adik saya yang tersisa dari tujuh bersaudara, yang menyebabkan ayah begitu protektif,” ungkap ibu tiga orang anak ini.
Disinggung tentang budi pekerti yang kelihatannya cukup merosot di kalangan generasi muda, Eva mengatakan, ia mendapat pelajaran budi pekerti serta arti pentingnya memelihara kebersihan dari neneknya tercinta. “Bersama nenek, saya membersihkan rumah dan menyapu halaman,” katanya.
Sedangkan di sekolah, khususnya ketika duduk di bangku SMA Marsudirini di Matraman, Jatinegara, Eva mendapat pendidikan dari para suster tentang disiplin. Ia juga mendapat pelajaran tentang arti hidup, bekerja dan kemandirian seorang wanita. Dari para suster di sekolah yang muridnya semua wanita itu, ia juga memperoleh pelajaran tentang arti tanggung jawab, ketegasan dan leadership, bahkan ia juga diberi latihan praktek berbisnis.
Soal praktek bisnis, maksudnya, agar sebagai wanita jika suatu ketika harus mandiri, maka ia mempunyai keterampilan usaha. “Saya dulu aktif di koperasi sekolah, saya bertugas menjajakan dagangan di antara teman-teman para murid di sekolah itu ketika jam istirahat. Saya juga dipercaya untuk belanja stok barang jualan koperasi, karena kalau saya yang belanja harganya murah dan suster senang,” kata Eva.
Semua pelajaran tentang hidup yang diberikan nenek, orang tua, serta suster di sekolah, sangat membekas dalam dirinya dan menjadi bekal yang sangat bermanfaat bagi pembentukan pribadinya. Semua itu menjadi modal tetkala ia diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah perusahaan raksasa di bidang makanan olahan. (net)

Close Ads X
Close Ads X